Pages

Kamis, 23 Juni 2011

BEBASKAN AQIDAHMU DARI TEROR SESAT
WAHABIYAH
( SIAPA BILANG TAWASUL ITU SYIRIK )
õ MUKADIMAH
Keindahan sorga bukanlah tujuan utama bagi hamba yang shaleh, karena Ridlo Allah swt sudah diatas segalanya. Namun bila setiap individu muslim menjatuhkan pilihan yang salah dalam beraqidah maka nerakalah tujuannya.
Allah swt pasti menepati janji-Nya, dalam rangka menjaga keutuhan, kesempurnaan serta kesucian agama-Nya, sungguh Allah swt akan membangkitkan sebagian dari hamba-Nya yang shaleh demi memerangi penyebar aqidah bid’ah yang menjadi muara munculnya kejahiliyahan.
Hamba pilihan Allah swt, dari generasi ke generasi di antaranya para ulama shaleh (ahli Fiqih, Muhaddist, Mufassirun, Salafi, beserta kaum sufi) yang tetap konsekuen pada ajaran Islam Ahlus Sunah wa Al-Jamaah, dalam berbagai Ijtihadnya telah memproklamirkan para penyeleweng aqidah Islam yang secara nyata sesat dan menyesatkan. Adapun salah satunya membongkar kesesatan aqidah Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi sebagai pencetus ajaran Wahabiyah.
Ratusan risalah yang membuktikan kesesatan aqidah Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi dapat dibaca dalam kitab – kitab yang disusun oleh para ulama salaf shaleh serta ahli fiqih, diantaranya karya Syekh Ridwan Al Adl tokoh Syafi’iyah / kitabnya : Raudhatu Al Muhtajin Lima’rifati Qawaid Ad Din, karya Syekh Ahmad Zaeni Dahlan / kitabnya : Al Futuhat Al Islamiyah, karya Syekh Muhammad bin Humaid, karya Syekh Ahmad Ash shawi Al Maliki, termasuk dua kitab karya saudara kandungnya sendiri (Sulaiman bin Abdul Wahab)
Meskipun sampai detik ini para penganut kesesatan aqidah Wahabiyah bertubi – tubi berkelit mendustakan risalah – risalah tersebut dengan anggapan hanya sebagai bentuk fitnah, atau barangkali diantara mereka yang buta sejarah tetap mengadakan pembelaan mati – matian terhadap ajaran Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi hanya soal gengsi dan semata –mata mempertahankan kredibilitas.
Akan tetapi didalam ajaran Islam menyeru kebenaran (Al Ma’ruf ) dan mencegah segala praktek kesesatan (Nahi Munkar ) adalah tugas serta kewajiban yang harus dijalankan bagi para penganutnya, sekalipun perkara itu bisa jadi membahayakan posisinya sendiri dihadapan publik.
Ingatlah, pada masa perjuangan Islam, bagi siapa saja yang berdekatan dengan Rasulullah saw tentu harus siap untuk dibantai, disiksa, dilecehkan, diboikot dan harus rela hidup dalam keterasingan. Tidak sedikit para Sahabat Beliau saw ketika itu mengalami penderitaan yang sangat memilukan demi mempertahankan kebenaran ajaran Islam. Semua itu dijalani dengan ikhlas dan penuh kesemangatan lantaran martabat Iman dan Taqwa adalah suatu kedudukan yang sangat mulia disisi Allah swt.
Melalui sejarah tersebut tentunya sangatlah nyleneh apabila kini terjadi pada saudara kita yang awal mulanya beraqidah Ahlus Sunah wa Al-Jamaah, namun akhirnya beramai – ramai menjual murah sebuah arti kebenaran atas sebab enggan di asingkan oleh suatu kaum yang garang berkata bid’ah dan syirik, lebih memalukannya lagi hanya gara – gara takut tergeser posisinya sebagai ta’mir masjid atau cemas hendak dipensiunkan sebagai pendakwah serta minder bila di anggap tersesat oleh kaum Wahabiyah, merekapun semarak menghianati keyakinannya sendiri dengan kata “saya menyerah dan cukup nunut asal jangan diboikot ” ( maaf, kami menemukan data peristiwa phobia tersebut telah terjadi pada saudara kita yang berada diwilayah Sukoharjo, Klaten, Solo, Wonogiri, Boyolali, Yogyakarta dan sekitarnya ).
Apakah mungkin pada zaman ini terbukti satu biji permen merah itu lebih berharga dibanding lezatnya sorga.!, tentu bagi mereka yang kacau dalam berprinsip sudah selayaknya segera berittiba’ terhadap para Sahabat Nabi saw, yang lebih rela dibebani penderitaan dunia asalkan Allah swt menetapkan iman dan taqwa didadanya.
õ SEKILAS TENTANG POLITIK DAKWAH WAHABIYAH DI NEGERI INI
Pangsa pasar dakwah kaum Wahabiyah di Negeri ini menargetkan para intelektual agar sebisa mungkin masuk dalam barisannya, dalam hal ini mereka mengangkat rasionalis hukum Islam dibarengi dengan pengingkaran wilayah dalil syari’at hakekat. Secara urgensi doktrinasinya dikemas bersebrangan dengan logika manusia.
Pasalnya merekapun berkoar subtansi derajat Waliyulloh (kekasih Allah swt) adalah kedudukan yang semu (di anggap takhayul). Dengan sparatis antek – antek Wahabiyah itupun mencontohkan penghinaanya terhadap para wali songo dengan maksud dan tujuan agar para intelektual itu beritikad meyakini ajarannya, karena memang aqidah para wali songo (sebagai penyebar Agama Islam di Nusantara kesemuanya bernisbat kepada empat Imam Madzhab) yang secara garis besar sangatlah berseberangan dengan aqidah sesat Wahabiyah yang bermadzhab kepada Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi
Dari posisi tersebut tentunya keberadaan aqidah para wali songo yang memiliki pengaruh kuat di Nusantara sangatlah membahayakan dakwah – dakwahnya, akhirnya merekapun bergerombol mengambil kata sepakat untuk mendustakan aqidah para wali songo dengan membangun sistim bantahan hukum yang mudah dicerna oleh logika para intelektual yang plin plan serta miskin dalam khasanah ilmu hakekat Islam (sebagian diantaranya menuding para wali songo termasuk dalam daftar tokoh bid’ah dan penganut amaliah syirik) Naudzubillah.
Sedang pada wilayah penganut Islam awam ( istilah jawa : Islam Abangan ), para penggemar aqidah sesat Wahabiyah menerapkan sistim dakwah adu domba (devide it impera) dibarengi dengan intrik merebut kekuasaan secara paksa (To snatch away of compulsion), dan jangan heran apabila sebagian diantaranya “enggan mensholati jenazah yang dirasa tidak lagi seaqidah karena di anggap kafir” karena hal itu adalah bagian dari metode politik dakwahnya yang serba lengkap dengan tipu muslihat. Sungguh luar biasa kecerdasan dan kegesitan mereka dalam meraup kesempatan itu ?.

5
Ingatlah tentang kecerdasan kaum yahudi dan para filosofis Yunani yang sudah tidak diragukan lagi kemampuannya, namun seribu sayang kecerdasan mereka tidak ada nilainya disisi Allah swt, karena Al Qur’an memutuskan keberadaan mereka sebagai kaum bathil lagi murtad !. Ajaran Islam tidak sekedar melihat kebaikan dalam diri penganutnya hanya berupa kecerdasan saja, akan tetapi Allah swt lebih memilih sebagaian dari hamba-Nya yang patuh serta taat (sami’na wa atho’na ) dalam menjaga kemurnian Agama-Nya, sedangkan kemurnian ajaran Islam itu sendiri secara pasti berada dalam naungan faham Ahlus Sunah wa Al-Jamaah.
Demi menjaga kelestarian aqidah ‘ala Al Qur’an dan Sunah Nabi saw, para Mujtahid dalam berbagai Ijtihadnya bersepakat bahwa faham Islam Ahlus Sunah wa Al-Jamaah tidak boleh keluar dari disiplin syari’at empat Imam Madzhab ( bukalah risalah Imam Murtadho Azzabidi dalam kitab Qawa’idul Aqa’id syarah Ihya Ulumudin, kitab – kitab karya Imam Abul Hasan Al Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al Maturidi, dan masih banyak lagi risalah lainnya yang dikemas secara arif dan sangat bijaksana)
õ KAUM WAHABIYAH MENGINGKARI IJTIHAD EMPAT IMAM MADZHAB
Pada masa munculnya empat Imam Madzhab ( para Imam Ahlus Sunah wa Al-Jamaah ) tidak ada satupun kaum shaleh diseluruh penjuru bumi menentang pemikiran mereka dalam beraqidah, jika didapati pasal – pasal khilafiyah diantara para Imam beserta jam’iyah akan menyeleseikannya dengan saling menghormati dan tidak berselisih. Beda halnya dengan prinsip dakwah Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi dan para pengekornya !, mereka justru merasa dirinya paling benar dan mengingkari Ijtihad empat Imam Madzhab, semua faham diperselisihkan secara arogan, kecerdasannya dalam menafsirkan hukum Islam diatur secara apik dan sangat logik, namun semua itu menyalahi tata syari’at Islam yang sudah berjalan !. Imam Murtadho Azzabidi dalam kitabnya menjelaskan “Barangsiapa mengingkari Empat Imam Madzhab, berarti dia menyatakan diri telah murtad dari Ahlus Sunah wa Al-Jamaah
Maaf, penjabaran kaidah Agama Allah swt memang bisa ditangkap dengan logika. Akan tetapi bila logika berjalan demi memutar balikkan ketentuan syari’at-Nya atas kepentingan manusiawi belaka. Maka inilah yang dimaksud dengan pengingkaran dan dusta !. Faham Islam Ahlus Sunah wa Al-Jamaah dengan faham Wahabiyah diantara keduanya akan tetap berselisih, karena secara jelas keduanya memiliki karakter aqidah serta prinsip dakwah yang sangat berseberangan ( bagai jarak antara langit dan bumi, semisal warna putih dengan yang hitam ). Namun keduanya memiliki kesamaan membawa bendera Islam. Dengan demikian untuk mengetahui kebenarannya, simaklah pembahasan berikut ini secara serius !.
õ PERINGATAN TENTANG MUNCULNYA TANDUK SYETAN
Pada masa diutusnya Nabi Muhammad saw ( ratusan tahun sebelum muncul aqidah sesat Wahabiyah), sesungguhnya Beliau saw sudah memberikan peringatan tentang munculnya suatu kaum yang akan mengingkari kesucian Al Qur’an sekaligus penebar fitnah bagi Islam (Tanduk Syetan), Beliau saw dalam sabdanya menyebutkan bahwa kaum tersesat itu muncul dari permukaan daratan Nejed (Hijaz – Saudi Arabia), sebagaimana Beliau saw bersabda :
“Fitnah itu datangnya dari sana, fitnah itu datangnya dari arah sana, sambil menunjuk ke arah timur (Nejed) ( HR : Muslim )
“Disana (Nejed) akan ada keguncangan fitnah serta disana pula akan muncul tanduk syetan ( HR : Bukhori )
“ Akan keluar dari arah timur (Nejed) segolongan manusia yang membaca Al Qur’an tidak sampai melewati kerongkongan mereka (tidak sampai kehati), mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya, mereka tidak akan kembali seperti anak panah yang tidak akan kembali ketempatnya, tanda – tanda mereka adalah bercukur (gundul) ” ( HR : Bukhori )
Berdasar kepada sabda Nabi saw, pengingkaran terhadap Al Qur’an serta tejadinya fitnah bagi Islam yang terjadi pada saat ini awal mulanya muncul dari daratan Nejed. Tidak lain pengingkaran dan fitnah itu di bawa oleh golongan Wahabiyah yang di pelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi. Fakta sejarah menyebutkan gembong pencetus ajaran Wahabiyah dilahirkan di Nejed dan ajaran itupun awal mulanya tersebar dari daratan Nejed (Hijaz – Saudi Arabia). Adapun Nash Nabi saw menyebutkan golongan yang ingkar dan penebar fitnah itu memiliki tanda – tanda bercukur (gundul), merupakan artikel pendukung sejarah yang tidak akan terbantahkan lagi !.
Karena, pada masa dakwahnya Muhammad bin abdul Wahab An Najdi tidak akan pernah memberikan kesempatan kepada para penganutnya berpaling dari majelisnya sebelum mereka bercukur (gundul). Sedangkan perintah bercukur (gundul) terhadap suatu kaum tersebut tidak pernah terjadi pada aliran – aliran aqidah sesat sebelumnya (yang muncul didaratan Nejed / Hijaz –Saudi Arabia), terkecuali semua itu terjadi dimasa kesesatan aqidah Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi.
Kami tidak akan merasa heran, tidak pula terkejut !, apabila penggemar aqidah bid’ah Wahabiyah memutar balikkan fakta tentang munculnya tanduk syetan di daratan Nejed tersebut di alihkan ke Negeri Iraq, adapun untuk menguatkan kebohongannya mereka menyertakan sejarah kesesatan kaum khawarij yang memang beridentitas bercukur gundul, termasuk memuat peristiwa berdarah di karbala atapun peristiwa – peristiwa yang lainnya demi menutupi aib golongannya.
Tentang pernyataan penggemar aqidah bid’ah tersebut, apapun argumentnya tidak lain hanyalah untuk menangkis nash Rasulullah saw perihal munculnya tanduk syetan, demi mempertahankan kesesatan aqidah Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi yang diyakini sebagi pewaris tunggal ajaran Nabi saw, demikianlah hujjah para Wahabiyah yang terkenal lincah dalam membodohi saudara – saudaranya sendiri, penggemar aqidah bid’ah itupun berilustrasi sebagai pembawa cahaya Nabi saw yang paling suci, sedang pada kenyataanya kebenaran akan hadist sahih Bukhori - Muslim sendiri ternyata diperselisihkan melalui argument yang tidak masuk akal !.
Ingatlah saudara – saudaraku yang telah terjerumus dalam lembah kesesatan aqidah Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi, sungguh semua ijtihadmu itu hanyalah demi menuruti hawa nafsu dan bentuk dari suatu kedzoliman yang seharusnya kalian sadari !, kembalilah kepada jalan yang benar dan sungguh Allah swt telah berfirman :
“ Maka jika mereka tidak Menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”
(QS : Al Qashash – 50)
Sesungguhnya dikalangan ulama Ahlus Sunah wa Al-Jamaah merasa kurang perlu menolak faham Wahabiyah, karena semua kesesatan dalam aqidahnya sudah ditolak secara jelas oleh hadist – hadist Rasulullah saw. Namun dirasa perlu juga untuk disampaikan agar masyarakat Islam dapat membaca sejarah buruk tentang pengingkaran faham Wahabiyah terhadap Al Qur’an dan sesatnya aqidah Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi dalam berijtihad, untuk dapat diambil hikmah serta manfaatnya, sehingga kita semua dapat kembali memurnikan aqidah Islam Ahlus Sunah wa Al-Jamaah yang semestinya di Negeri Ini, dan tidak lagi terjerumus oleh hasutan tanduk – tanduk syetan yang menjadi fitnah bagi Islam.
v SEKILAS BIOGRAFI MUHAMMAD BIN ADBUL WAHAB AN NAJDI ( W 1206 )
(Pencetus Ajaran Wahabiyah Yang Penuh Dengan Kebathilan)
Latar belakang Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi (Pencetus ajaran Wahabiyah) sesungguhnya dilahirkan dari sebuah keluarga yang shaleh, orang tuanya (Abdul Wahab) sendiri ditempat kelahirannya (Nejed) dikenal sebagai seorang alim yang bernisbat kepada Madzhab Imam Hambali ra. Popularitas Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi muncul kurang lebih pada abad 11/12 H, saat ia mendeklarasikan dirinya sebagai Mujadid (pembawa kemurnian tauhid), namun semua itu dusta dan penuh dengan kepalsuan belaka !.
Bahkan orang tuanya sendiri menuding dia sebagai penyesat umat, saudara kandungnya (Sulaiman bin Abdul Wahab ) juga menulis dua kitab demi membongkar kesesatan aqidahnya. Asy Syekh Muhammad bin Humaid (Makkah / W 1295 H) seorang Mufti Madzhab Imam Hambali ra, dalam risalahnya tidak menyebutkan Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi sebagai seorang alim dan tidak pula mengakui dia sebagai penganut empat Imam Madzhab, bahkan dalam sejarahnya dia terbukti mendustai Ijtihad empat Imam Madzhab, sungguh fenomena yang mengerikan bila saat ini dia (sang Imam Madzhab Wahabiyah) dipuja - puja penganutnya sebagai seorang pewaris tunggal ajaran Islam setelah Nabi saw !, padahal kenyataan itu bertolak belakang pada zaman kesesatan aqidahnya, benar – benar tragis serta penuh kemunafikan.
Bila nafsu syaithoniyah sudah merambat keseluruh darah kaum tersesat rasanya tidak akan mungkin seorang yang tersesat akan mengakui kesesatannya, dalam perkara tersebut janganlah heran apabila pada masa sekarang yang jelas - jelas terbukti menyesatkan justru berkoar hendak membrantas kesesatan, sungguh merupakan suatu skenario yang dirasa sangat lucu sekali apabila ada Maling teriak Maling.
õ IJTIHAD MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB AN NAJDI MENCEMARKAN TAUHID ISLAM
Sebagian contoh kesesatan Ijtihad Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi adalah ketika dia mensifati (mentakwil) Allah swt serupa dengan sifat makhluq-Nya. Dalam hal ini dia memberikan hujjah (argument) bahwa “Allah swt duduk di singgasana Arsy-Nya serupa manusia yang duduk diatas kursinya”. Tidaklah mengherankan apabila penggemar aqidah bid’ah Wahabiyah di Negeri ini ada juga yang berkeyakinan secara halusinasi dapat bertemu Allah swt didalam mimpi (kami mendapatkan pernyataan yang mencemarkan kesucian Tauhid Islam tersebut termuat dalam salah satu majalah produk Wahabiyah yang diterbitkan pada tahun 2005).
Para pemikir ajaran tauhid sesat itu tidak ada bedanya lagi dengan pola pikir para penganut teologiyah kaum yahudi serta pencetus filsafat bangsa Yunani (yang menghayalkan wujud Tuhannya dalam bentuk pemuda belia tampan dengan memakai atribut mahkota dikepalanya) Naudzubillah. Tentu perkara tersebut sangatlah bersebrangan dengan ajaran kitabullah, sebagaimana Allah swt berfirman :
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan Melihat.” (QS : Asy Syuro – 11)
Pada firman tersebut, berdasar kepada kesepakatan (Ijma’) ulama Salaf (Mujtahid), salah satunya adalah Muhaddist As Salafi Ath Thahawi (227 – 331 H) dalam ijtihadnya memberikan hujjah (argument) bahwa :“Barang siapa mensifati Allah swt dengan salah satu sifat dari sifat – sifat manusia maka dia telah kafir”. Dengan dasar apa pengikut Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi mengklaim dirinya sebagai ulama salaf, padahal aqidahnya sendiri berseberangan dengan aqidah para Salaf Shaleh sebelumnya (inilah contoh dusta yang nyata).
Demi memperkuat bukti kesesatan para pencemar kesucian Tauhid Islam tersebut, sesungguhnya tidak ada satupun keterangan dalam Kitabullah ataupun pada Hadist sahih menerangkan wujud Allah swt serupa dengan makhluqnya, terkecuali perkara itu adalah bentuk kejahatan sejati yang dipelopori oleh kaum kafir (non muslim) yang termuat didalam kitab – kitab sesatnya. Bukalah risalah Syekh Khamud (kitabnya : Aqidatul Ahli Iman Fi Kholqi Adam ‘ala Shuroti Rohmah – 67) dalam membongkar para penganut faham Tajsim (faham penyerupaan Allah swt dengan makhluq-Nya) disebutkan bahwa Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi adalah salah satu penganut faham Tajsim, hal itu serupa juga dengan yang diperbuat oleh Imam Ibnu Thaimiyah sebagaimana ia telah mencampur adukkan aqidah injilisme dalam risalah aqidah menurut fersinya sendiri (buka kitabnya : Fatawa 406/05).
Tak heran apabila seluruh Mufti empat Imam Madzhab (dalam ijtihadnya) pada zaman itu menempuh kata sepakat bahwa barang siapa yang ber-Tajsim sama dengan dia telah murtad dari disiplin Tauhid Ahlus Sunah wa Al Jama’ah. Jika demikian, bila saja kaum Wahabiyah hendak merampas hak – hak kaum yang Shaleh dengan menebar fitnah kepada mereka sebagai penganut faham Taqlid, Bid’ah dan churofat bukankah justru tudingan itu ibarat senjata yang makan tuannya sendiri.
Bacalah sejarah burukmu dan Insaflah wahai saudaraku Wahabiyahisme…!. Keyakinanmu yang dapat bertemu dengan Tuhanku Allah swt didalam mimpimu tidak jauh dari hasutan Syetan – syetan laknatulloh yang seharusnya kita jadikan musuh nyata bagi Agama-Nya, sungguh kasihan !.
õ MENINJAU SEJARAH KEKEJAMAN MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB AN NAJDI PADA MASA DAKWAHNYA
Kekejaman ajaran Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi diantarannya adalah menanam kebencian terhadap siapa saja yang tidak tunduk kepada ajarannya. Bahkan setiap pembangkang baginya di anggap kafir. Bangunan – bangunan yang menjadi situs sejarah umat Islam banyak sekali yang dihancurkan. Tidak sedikit makam – makam para syuhada dan para Sahabat Nabi saw diratakan menjadi tanah. Para insan shaleh yang masih setia kepada keluarga Nabi saw diteror dan di asingkan tanpa perikemanusiaan.
Kitab – kitab penting yang merisalahkan Sunah Nabi saw, termasuk kitab karya ahli fiqih dan para salafi yang sekiranya membahayakan ajarannya dilenyapkan secara paksa dengan cara di bakar. Para penduduk Arab badui diprofokasi dan didoktrin demi melancarkan misi – misi sesatnya, sampai puncaknya secara masal merekapun berdatangan menempati posisinya masing – masing untuk dimanfaatkan sebagai budak – budak kesesatannya. Sebagaimana Al Faqih Syekh Ridwan Al Adl dalam risalahnya meriwayatkan, salah satu budak kesesatan Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi dalam menghina Rasulullah saw melalui ucapan :
“Tongkatku ini lebih baik dari Muhammad (Nabi saw), karena bisa bermanfaat untuk membunuh ular dan dapat digunakan untuk sebagainya. Sedang Muhammad (Nabi saw) telah mati dan tidak ada manfaatnya lagi. Dia hanyalah kurir bagi kaum dan telah berlalu” ( Naudzubillah tsuma Nudzubillah )
Mufti Syafi’iyah (Al Faqih Syekh Ridwan Al Adl / Makkah) tersebut dalam risalahnya tatkala membongkar kedok Wahabiyah juga menjelaskan :
“Pemimpin Wahabiyah (Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi) dalam hujjahnya berkata : “Para Pelacur lebih ringan dosanya, dibanding dosanya orang – orang yang bershalawat kepada Nabi saw (karena tawasul itu menurutnya bid’ah, syirik dan takhayul)”. Sehingga Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi dalam sejarah kejinya pernah membakar kitab Dalail Al Khairot serta melenyapkan kitab – kita fiqih karya para ulama’ salaf yang dirasa membahayakan dakwahnya. Para ulama’ yang membangkang ajarannya disiksa dan dibunuh secara sadis dengan alasan demi menjaga kemurnian Tauhid. dalam kesesatan aqidahnya dia juga menanamkan faham kepada penganutnya dengan hujjah “darah seorang ahli bid’ah dan pelaku syirik adalah halal” secara otomotis boleh dibantai dan halal untuk dibunuh”.
Sehingga, pernah terjadi ketika para pengikut aqidah sesat (Wahabiyah) melapor kepada Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi perihal seorang Muadzin (tuna netra) yang kedapatan membaca shalawat setelah Adzan di salah satu menara masjid (didaerah Nejed), pada akhirnya tanpa basa basi pelopor aqidah bid’ah tersebut memberikan perintah kepada para budak – budak kesesatannya agar segera membantai Muadzin (tuna netra) karena dianggap telah melanggar pasal – pasal aqidahnya, sedang Muadzin yang tidak memiliki penglihatan mata sempurna itu akhirnya tewas dalam kondisi yang sangat mengerikan !. Sejarah tersebut di ungkap oleh Mufti Syafi’iyah (Makah) Syekh Ahmad Zaeni Dahlan ra, dalam kitabnya Al Futuhat Al Islamiyah.
Sesungguhnya banyak sekali yang ingin kami ungkap tentang kekejaman Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi beserta para budak – budak kesesatannya. Namun dirasa penjelasan tersebut cukup bisa dijadikan beberapa tambahan bahan bukti bahwa Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi benar - benar telah Murtad dari aqidah serta akhlaq Islam Ahlus Sunah wa Al-Jamaah. Dan semoga kekejaman serta kekejiannya tidak diikuti oleh penganut Wahabiyah di Negeri ini !.
õ NASH NABI SAW TENTANG FITNAH ISLAM DAN MUNCULNYA TANDUK SYETAN DI TUJUKAN KEPADA PENCETUS WAHABIYAH
Kembali dibahas secara terperinci akan Nash Nabi saw tentang fitnah Islam dan munculnya tanduk syetan. Simaklah dengan baik hadist sahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, tatkala Rasulullah saw berdoa hingga dua kali, meminta keberkahan untuk Negara Syam dan Yaman, sedangkan para Sahabat mempertanyakan nasib daratan Nejed, ketika itu justru Rasulullah saw bersabda :
“Disana (Nejed) akan ada keguncangan fitnah serta disana pula akan muncul tanduk syetan (HR : Bukhori)
Kurang lebih jangka waktu mulai dari bersabdanya Nabi saw hingga sampai ke-1200 tahun kemudian, sebelum lahirnya faham Wahabiyah. Dari generasi ke genarasi para Muhaddist, Muffasir dan Ahli Fiqih termasuk seluruh Ulama Ahlus Sunah wa Al-Jamaah diliputi kegelisahan yang sangat dalam tentang peringatan Nabi saw yang bersangkutan dengan munculnya tanduk syetan di daratan Nejed (Hijaz – Saudi Arabia) yang bakal menjadi fitnah besar bagi Islam.
Pada permulaan Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi muncul kepermukaan umat pada tahun 11/12 H dengan membawa doktrin aqidah serba bid’ah yang nyata sekali sesat dan menyesatkan, dibarengi dengan sifat arogansinya menyertakan sifat kejam dan keji dalam berdakwah di daratan Nejed, bersamaan dengan identifikasi Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi yang berfaham Tajsim tersebut. Setelah dicermati secara serius pada akhirnya seluruh Ulama’ Shaleh Ahlus Sunah wa Al-Jamaah didalam berbagai Ijtihadnya memutuskan bahwa fitnah besar bagi Islam dan tanduk syetan itu tidak lain adalah Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi. Keputusan tersebut ditempuh tidak serta merta atas sebab sakit hati atau dendam belaka, akan tetapi lebih didasari demi menjaga kemurnian Ajaran Islam untuk dapat dijadikan pedoman kepada mereka yang hendak mencari kebenaran (kaum Tajsimisme boleh mengadakan bantahan namun apapun dalil faham Tajsim tidak jauh dari doktrin injilisme dan pengaruh yahudiesme) amat sangat disayangkan !.
Bila syetan bertanduk, meskipun tanduk tersebut tidak serupa wujudnya dengan bentuk syetan secara asli, namun tetap saja tanduk syetan adalah bagian dari organ- organ resmi syetan. Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi dilahirkan di Nejed, dari lembah Nejed pula Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi memunculkan faham (Wahabiyah) yang memiliki kedudukan sebagai fitnah besar bagi Islam, adapun di Indonesia para budak – budak kesesatannya dikenal sebagai kaum WAHABI. Sungguh semua itu telah diketahui oleh Rasulullah saw pada masa ke-Nabiannya. Semoga kita semua diselamatkan dari fitnah itu !, amiin.
õ WASPADALAH TERHADAP GERAKAN EKSTREM WAHABIYAH DI NEGERI INI
Didalam berbagai riwayat sahih dikisahkan, sebenarnya perselisihan faham tentang amal ubudiyah serta mu’amalah pernah terjadi dikalangan para sahabat Nabi saw. Namun semua itu dapat diselesaikan dengan adanya keputusan langsung dari Rasulullah saw. Setelah Beliau saw wafat, penyelesaian semacam itu sudah tidak dapat ditemukan lagi. Perselisihanpun berkembang membius peradaban umat Islam yang berlatar belakang harmonis berubah menjadi ekstrimis. Meski pada awalnya perselisihan muncul atas sebab pertentangan kekuasaan (imamah) pada akhirnya merambah kepersoalan aqidah.
Dirasa sangat perlu untuk diketahui, diriwayatkan dengan sanad yang baik, meskipun para penganut ajaran Islam (Timur tengah) terjadi perselisihan faham serta pertentangan kekuasaan (secara internal), pada masa itu belum didapati bukti sekte saling menyesatkan terjadi di Negeri ini. Sedangkan munculnya sekte sesat terjadi pada abad ke 19/20 M, dipelopori oleh golongan ekstrem yang bernisbat kepada aliran Wahabiyah (pelopornya adalah Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi).
Bersama ideologi ajarannya yang paling benar, golongan beridentitas ekstrem mengadakan pergerakan dakwah dengan sindikat “Memberantas segala bentuk Tahayul, Bid’ah dan Churofat / TBC”, merekapun tidak segan – segan mengingkari aqidah ulama Ahlus Sunah wa Al-jamaah, termasuk melecehkan kedudukan para ulama shaleh yang bernisbat kepada empat Imam Madzhab dengan argumentasi fitnah dan penuh kebathilan (salah satunya mengingkari dalil pelaksanaan Tawasul).
Seiring berjalannya waktu tidak bosan – bosan golongan berkarakter ekstrem (Wahabi) menuding para ulama shaleh ahli Tawasul di Negeri ini sebagai ahli bid’ah dan penyebar virus kesyirikan, padahal kenyataannya tuduhan tersebut tidak terbukti, sebaliknya setelah diadakan penelitian justru golongan ekstrem terbukti sebagai penyeleweng aqidah dan diklaim sebagai penjahat Islam.
Paradigma gerakan ekstrem Wahabiyah tidak lagi mengenal toleransi dan enggan menerima kritikan konstruktif (sangat arogan), bahkan seorang mukmin yang tidak berkenan meyakini ajarannya dianggap pembangkang, dan harus siap dijatuhi kata – kata keji. Sudahkah Realitas pola dakwah kaum ekstrem Wahabi itu telah sesuai dengan ajaran Rasulullah saw ?, secara faktual tentu jawabannya adalah TIDAK. Bila gembongnya sudah tersesat dalam beraqidah maka penganutnya bisa diklaim sebagai penganut kesesatan aqidah.
õ GERAKAN EKSTREM WAHABIYAH BUKANLAH ISLAM AHLUS SUNAH WA AL-JAMAAH
Dalam Hadist Sahih diriwayatkan bahwa Islam akan terpecah menjadi 73 golongan, semua golongan akan masuk neraka, terkecuali hanya satu golongan saja yang selamat. Para sahabat bertanya siapakah satu golongan yang selamat itu ?, dan Rasulullah saw menjawab “mereka adalah Ahlus Sunah wa Al-jamaah”.
Tentu dalam benak kitapun bertanya – tanya, siapa sesungguhnya golongan Ahlus Sunah wa Al-jamaah tersebut ?, singkat kata (Bukalah Al Qur’an Surat An Nahl / 125) maka anda akan mengerti secara mendetil siapa golongan pendakwah yang seruannya ‘ala Ahlus Sunah wa Al-jamaah, sehingga tidak terjebak menjadi manusia yang dzolim dan tidak akan mendzolimi siapapun.
Jangan sekali - kali terkecoh pada suatu golongan yang gembar – gembor mempromosikan ajaran dengan garansi Ahlus Sunah wa Al-jamaah. Selayaknya sebelum mengambil keputusan dalam ber-aqidah, alangkah lebih bijakasana telitilah dulu sistim pengajarannya, perhatikanlah amal ubudiyah serta faham syari’atnya, cermatilah siapa juru dakwahnya. Kalo perlu munculkanlah lima pertanyaan :
1. Siapakah Imam Madzhabnya ?
2. Sudahkah mereka sempurna dalam beraqidah ?
3. Sudahkah syari’at yang mereka ajarkan sesuai dengan ajaran Islam yang benar ?
4. Sudahkah perilakunya mencerminkan akhlaqul karimah ?
5. Sudahkah uraian tentang ajarannya menjadikan sebab untuk lebih semangat beribadah kepada Allah swt ?.
Bila lima pertanyaan tersebut gugur salah satu saja, ambilah sikap tegas untuk mengharamkan diri anda masuk kedalam golongan tersebut, sebelum sorga mengharamkan kedatangan anda di yaumil qiyamah nanti !, sebagaimana Allah swt berfirman :
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan” (QS : Al Baqoroh – 195)
Memang tidak ada kata mufakat dalam pasal – pasal khilafiyah, namun ajaran Islam selalu mengedepankan toleransi dalam hal interaksi kepada sesama manusia, sikap menghargai setiap perbedaan merupakan bagian dari jiwa Islamisme, karena Islam adalah Rahmatan lil’alamin. Tatkala Rasulullah saw dilempar kotoran unta oleh kaum kafir “tidak ada istilah benci dan sakit hati pada diri Beliau saw”. Bila seorang pendakwah Wahabi memiliki latar belakang kebencian hingga tidak lagi mengenal toleransi, adalah bukti bahwa mereka tidak memiliki cermin akhlaq Rasulullah saw serta tidak lagi sebagai penganut Islam Ahlus Sunah wa Al-jamaah. Hendaknya kita semua tidak boleh terjebak pada hasutan kaum fasik tersebut, sebagaimana Allah swt berfirman :
“Hai orang – orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti”
(QS : Al Hujurat – 6)
Adapun keterangan tentang golongan – golongan yang bernisbat kepada faham Islam Ahlus Sunah wa Al-Jamaah yang sesungguhnya, dapat dipelajari didalam kitab – kita para salafi shaleh, diantaranya risalah Imam Murtadho Azzabidi dalam kitab Qawa’idul Aqa’id syarah Ihya Ulumudin, kitab – kitab karya Imam Abul Hasan Al Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al Maturidi.
õ GERAKAN EKSTREM WAHABIYAH PENYEBAB RUSAKNYA AQIDAH
Setelah sekte saling menyesatkan yang di usung oleh gerakan ekstrem (Wahabiyah) berkembang biak di Negeri ini, munculah pada masa ini berbagai aliran yang jelas – jelas tidak sesuai dengan rel Islam Ahlus Sunah wal Al-Jamaah, jumlahnyapun semakin bertambah dan semakin meresahkan. Sebagian diantara penyeleweng aqidah tersebut tanpa malu – malu memasang label dalam urusan dakwahnya sebagai penganut Islam Ahlus Sunah wal Al-Jamaah, bahkan dengan segala kepentingan yang tidak jelas, para penjahat Islam (penyeleweng aqidah) memberikan garansi bahwa ajarannya berlandaskan secara murni kepada Al Qur’an dan Hadist. Kamimpun keheranan dikarenakan di antara salah satu golongan mereka ada yang menghalalkan makanan yang jelas – jelas haram (Naudzubillah).
Apabila kita termasuk seorang mukmin yang cerdik dan otak kecilnya bekerja secara normal !, meskipun slogan dakwahnya mengaku Islam ‘ala Ahlus Sunah wal Al-Jamaah, akan tetapi selalu ada kata akhir untuk tetap waspada dan berhati - hati dalam melangkah agar tidak terperosok dalam tafassaqa (kefasikan). Sungguh !, ajaran Islam dihadirkan dalam rangka untuk membentuk ideologi para penganutnya, bila saja suatu ideologi dimunculkan dengan maksud dan tujuan untuk menodai kesucian aqidah Islam, itulah yang dinamakan dengan kejahatan bersindikat penyesatan.
Sindikat tersebut lebih sadis dari pembataian kaum muslimin, karena bisa jadi seorang muslim yang terbunuh masih berpegang teguh pada aqidah Ahlus Sunah wal Al-Jamaah, lalu bagaimana jadinya nasib para pelaku serta penganut kejahatan yang bersindikat penyesatan yang kini berjumlah ribuan hingga jutaan manusia tanpa disadari telah murtad dari aqidah Ahlus Sunah wal Al-Jamaah (Masyaalloh). Dan merekalah kaum pendusta, sebagaimana Allah swt berfirman :­­­­­­
“Dan bila dikatakan kepada mereka : Janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi. Mereka menjawab : sesungguhnya kami orang – orang yang mengadakan perbaikan. Ingatlah, Sesungguhnya mereka itulah orang – orang yang membuat kerusakan (pendusta), tetapi mereka tidak sadar”
(QS : Al Baqoroh – 11/12)
Bila hati, pikiran, mata, pendengaran dan ucapan itu sudah disesatkan, sekalipun sebuah kebenaran diletakkan dihadapannya, tetap saja tidak akan berdampak apapun baginya, bisa jadi yang meletakkan kebenaran itu akan kembali dituding tersesat. Rasanya kita semua dapat memaklumi peristiwa itu, dan sangatlah ideal apabila kita semua berpegang pada firman Allah swt (QS : Al Baqoroh – 11/12) sehingga tidak terjebak menjadi pelaku serta penganut kejahatan yang bersindikat penyesatan.
õ BUKTI PENYELEWENGAN AQIDAH GERAKAN EKSTREM WAHABIYAH DI NEGERI INI
Para ulama shaleh telah menemukan berbagai bukti tentang penyelewengan aqidah yang dilakukan oleh gerakan ekstrem di Negeri ini, diantaranya tentang persoalan Tawasul yang selalu dihakimi bid’ah dan syirik, padahal kesemuanya itu fitnah belaka !.
Bukti lainnya mengenai rusaknya aqidah mereka (kaum ekstrem Wahabiyah) adalah pada saat mereka berkoar memberantas TBC (Tahayyul, Bid’ah dan Churofat) justru sebaliknya mereka terjerembab dalam TBC pula (yakni Takkabur, Bilahaqeqatan, Chilaf) dan sudah selayaknya kita wajib meninjau ulang ajarannya dalam rangka meluruskan kembali aqidah masyarakat Islam ‘ala Ahlus Sunah wal Al-jamaah agar tidak terbius virus TBC-nya yang semakin garang dan mengganas.
Sebelum pembahasan lebih jauh lagi, coba simaklah beberapa hadist Rasulullah saw, berikut ini :
“Dari Abu Hurairah ra, bahwasannya Rasulullah saw bersabda : cukuplah dikatakan orang yang jahat, apabila ia menghina saudaranya yang Islam” (HR : Muslim)
“Dari Abu Dzar ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda : barangsiapa memanggil seseorang dengan kafir atau musuh Allah, padahal yang dipanggilnya tidaklah demikian, maka (kedudukan kafir dan musuh Allah ) tentang hal itu akan kembali kepada orang yang (pertama) mengucapkannya”
(HR : Bukhori dan Muslim)
Siapa yang pertama kali mengadakan sekte sesat sehingga berujung memusyrikan sesama kaum muslimin ?, siapa yang pertama kali menghina ulama shaleh sebagai ahli bid’ah dan penyebar amaliah syirik ?, maka merekalah para penjahat Islam. Dengan dalih apapun setiap penjahat akan mengajarkan kejahatan dan dirasa sangat mustahil seorang penjahat akan mengakui kejahatannya.
Setiap bid’ah pasti sesat, setiap pelaku bid’ah pasti akan tersesat, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka, para pelaku kesesatan yang menyebarkan kesesatan akan menjadi musuh Allah swt (rasanya kami bukanlah kaum yang bodoh dalam mengetahui perkara itu), akan tetapi apabila tidak terbukti bid’ah mereka tuding tersesat, tidak terbukti syirik mereka tuding musyrik, tidak terbukti musuh Allah swt mereka tuding kafir, dan jawabannya adalah?, sungguh mereka adalah penyebar fitnah lagi ahli ghibah sehingga tidak heran melalui fahamnya merekapun berkata halal memakan bangkai saudaranya yang sudah mati. Sebagaimana Allah swt berfirman :
“Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”. (Qs : Al Hujurat / 12)
õ GERAKAN EKSTREM WAHABIYAH DI NEGERI INI SELALU MENGUSUNG FAHAM PERPECAHAN
Perbedaan faham tentang pelaksanaan Tawasul dalam ajaran Islam masih menjadi persoalan klasik yang tiada habisnya dipersoalkan oleh pengikut faham ekstrem Wahabiyah, merekapun bersikukuh (egois) untuk tetap mempertahankan pendapatnya sendiri, tanpa adanya Islah manhaj (langkah perdamaian dalam kasus perbedaan ijtihad) demi kemaslahatan umat, secara membabibuta mereka tetap menuding pelaksanaan Tawasul sebagai amalan bid’ah dan syirik tanpa peduli resiko pahit yang harus diderita kaum muslim secara keseluruhan di Negeri ini.
Parahnya lagi secara terbuka mereka mengutuk pelaku Tawasul sebagai kaum musyrikun yang secara nyata dianggap tersesat. Lalu dimana letak ajaran Islam yang bermisikan Rahmatan lil’alamin kalau pada kenyataannya sikap arogansi dakwah mereka terbukti beringas, garang, gemar berkata fitnah, identik dengan menghujat dan tak jarang mengutuk kafir kepada sesama kaum muslimin demi kepentingan ideologinya, atau mereka telah lupa akan sabda Rasulullah saw :
“Maukah kuberitahukan kepada kalian siapakah penghuni neraka itu ? Yaitu setiap orang yang bertabiat bengis, kasar dan menyombongkan diri” (HR : Bukhori – Muslim)
Tengoklah kembali kenyataan yang sudah terjadi, bahwasannya pembahasan tentang Tawasul yang seringkali diperdebatkan oleh pengikut ekstrimitas tersebut, tanpa dipungkiri menjadi bomerang internal masyarakat muslim, dan tentunya hal tersebut tidak akan terjadi apabila kaum berkarakter ekstrem (thatharruf) memahami hakikinya makna Tawasul secara komprehensif (menyeluruh). Termasuk mereka yang kurang faham akan eksistensi Tawasul seharusnya mempelajari subtansi Tawasul menurut manhaj Islam ‘ala Ahlsunnah wa Al-Jama’ah, sehingga dapat memahami, menganalisa, sampai klimaksnya dapat menangkap hikmah secara keseluruhan tentang pelaksanaan Tawasul, sehingga meraih kekuatan (spiritual off the power) untuk mengasosiasikan kebenaran Tawasul serta mensosialisasikan ajaran Tawasul dikalangan kaum muslimin dengan terbuka dan penuh bijaksana.
Kalau memang kaum radikalis di Negeri ini hobby berdebat dan selalu mengusung perpecahan umat, bisa jadi itulah salah satu symbol dakwahnya yang sama sekali tidak mencerminkan akhlaq Al Qur’an. Maka tidak ada kata – kata yang lebih pantas lagi untuk kami katakan lagi, terkecuali kami mengajak anda menyimak ganjaran resmi hasil dari perbuatan mereka sendiri sebagaimana Allah SWT berfirman :
“Dan orang – orang yang menyakiti orang – orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, ,maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata” (QS : Al Ahzab – 58)
õ GERAKAN EKSTREM WAHABIYAH MENGHINA PARA MUHADDIST
Janganlah sesekali gentar dalam menghadapi tuduhan kalangan esktrem yang selalu mebombardir perilaku Tawasul sebagai perbuatan bid’ah dan syirik, ,buanglah bentuk keraguan dan bebaskanlah aqidah Islam dari teror – teror kefasikan yang dapat menjerumuskan umat rusak dalam beraqidah di Negeri ini, sedangkan perihal hukum Tawasul sesungguhnya mutlak menjadi ajaran Islam (termuat dalilnya dalam kitabullah / QS : Al Maidah - 35). Bahkan seluruh Nabi dan para Rasul (jauh sebelum Islam diturunkan dimuka bumi) didalam berbagai doanya memiliki muatan berTawasul. Karena eksistensi Tawasul adalah perintah Allah SWT. Kesemuanya itu secara jelas diterangkan dalam Al Qur’an serta berdasar pada sunah Nabi saw.
Para Muhaddist (para ahli hadist yang hafal minimal 10.000 hadist, sekaligus hafal hukum sanad berikut matannya) juga meriwayatkan berbagai dalil Tawasul. Para Muhaddist sendiri (dalam Ijtihad-nya) memberikan pandangan mengenai hukum Tawasul sebagai ibadah, karena masuk dalam kategori Sunah (tentang dalil tawasul salah satunya terdapat dalam Hadist Sahih Bukhori 963/3508).
Dengan dalih apalagi pelaksanaan Tawasul dihakimi bid’ah dan syirik, jika demikian jadinya apabila pada zaman ini muncul golongan yang bukan Muhaddist memberikan tuduhan perilaku Tawasul sebagai perbuatan bid’ah dan syirik sama halnya mereka telah menuduh tersesat para Muhaddist dan otomatis perilaku tersebut adalah penghinaan yang nyata kepada para Muhaddist (Naudzubillah).
Akankah anda akan kembali meyakini hasutan mereka ?, maka jangan sampai hal buruk itu terjadi, saran kami ikutilah jejak para alim yang benar – benar mukmin, karena secara jelas perilaku kaum ekstrem Wahabiyah tidak mencerminkan sebagai golongan mukmin. Sebagaimana Rasulullah saw bersabda :
“Dari Ibnu Mas’ud ra, ia berkata Rasulullah saw telah bersabda: orang mukmin bukanlah orang yang suka menghina, suka mengutuk, suka melakukan perbuatan keji dan mengatakan perkataan yang kotor”. ( HR. Turmudzi )
Dengan dasar apa anda akan mengatakan mereka sebagai golongan kaum mukmin, atas dalih apa anda akan mengadakan pembelaan terhadap kaum yang menghina para Muhaddist ?, sungguh perbuatan yang sangat hina lagi menyesatkan aqidah umat apabila hal itu sampai terjadi !.
Renungkan dan berfikirlah bijaksana, lihatlah Negeri kita yang memiliki populasi penduduk sebagai pemeluk agama Islam terbesar didunia walau kenyataannya bukan Negara Islam. Meskipun terus dilanda krisis multidimensi yang berkepanjangan, pada akhirnya dari generasi kegenarasi tetap saja Negeri ini eksis mempertahankan mozaik bangsa dalam symbol kebangsaan Bhineka Tunggal Ika (walaupun berbeda namun tetap satu jua), demi tercapainya suatu Negara yang adil, makmur, aman dan sentosa. Lalu apa jadinya nasib kaum muslimin yang hidup di Negeri ini, jangankan untuk menjaga keharmonisan hidup seluruh pemeluk Islam dalam satu Negara, rasanya menjaga stabilitas Ukhuwah dalam satu tingkat jamaah mushola saja seperti kesulitan dan selalu saja saling berdebat, saling menghujat dan saling mencurigai. Sangat memalukan dan jauh dari cermin ajaran Islam secara hakiki. Bukankah secara jelas kita semua itu bersaudara, sebagaimana Allah swt telah berfirman :
Sesungguhnya orang – orang mukmin adalah bersaudara”
(QS : Al Hujurat – 10)
Bila saja pada masa kini terjadi segala unsur perpecahan dan permusuhan, sangatlah pantas apabila yang pertamakali dikatakan penjahat – penjahat Islam tentunya adalah mereka yang mengatasnamakan kesucian Ajaran Islam namun sesungguhnya mereka hendak menodai citra ajaran Islam dimuka bumi.
Dalam hal ini pembahasan mendetil tentang eksistensi Tawasul sangatlah penting sekali karena perkara tersebut terbukti disyariatkan dalam tatanan ajaran Islam Ahlus sunnah wa Al-Jama’ah sehingga kita semua dapat mengetahui secara persis bahwa berTawasul bukanlah perilaku bid’ah dan tidak pula syirik.
Misi akhir dari pelaksanaan Tawasul adalah menjalankan perintah wahyu suci Al Qur’an (QS: Al Maidah – 35). Bahkan subtansi Tawasul akan selalu mendatangkan berbagai kebaikan yang tak terhitung lagi nilainya. Melaksanakan Tawasul bagaikan menghirup nafas panjang untuk memenuhi kinerja jantung - jantung keimanan seorang mukmin agar terus berdetak dan berpacu searah dengan milyaran rahmat serta ridlo-Nya. Secara pasti bagi pelaku Tawasul tentu akan menuai lezatnya kekuatan taqwa dan tanpa peduli lagi mempersoalkan tuduhan kaum kanibalis Wahabiyah yang gemar berkata fitnah dan hobby berbuat ghibah, dan semoga Allah membuka pemahaman kepada suatu kaum yang fanatik namun buta aqidah di Negeri ini.
õ HUKUM TAWASUL MENURUT AJARAN ISLAM AHLUSSUNAH WA AL - JAMAAH
Seorang mukmin yang beriman lagi bertaqwa tentu berkeinginan segala bentuk perbuatannya senantiasa mendapat ridlo dari Allah swt. Sedang Untuk mencapai ridlo Allah swt tentunya seorang mukmin tersebut akan berusaha mengamalkan suatu perkara yang di cintai oleh Allah swt sehingga Allah swt berbalik mencintainya.
Menjalin hubungan sedekat mungkin dengan Allah swt secara serius merupakan kebutuhan pokok bagi mereka yang ingin mencapai martabat insan shaleh. Merekapun tidak akan pernah merasa cukup apabila hanya menjalankan ibadah wajib saja, diwaktu luang dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menuju ridlo Allah swt. Keseriusan didalam berbagai usaha untuk menjalin hubungan sedekat mungkin kepada Allah swt dengan menempuh berbagai jalan perantara yang di ridloi-Nya itulah dinamakan dengan eksistensi ber-Tawasul.
Hukum Tawasul adalah Sunah, Definisi Tawasul secara etimologi (bahasa) sama halnya dengan Qurbah (suatu upaya untuk senantiasa mendekat agar lebih dekat), sedangkan secara terminologi (istilah) Al Wasilah memiliki makna mencari berbagai jalan perantara yang dapat menyebabkan pendekatan diri secara persuasif kepada yang di tuju (tentunya untuk menuju kepada Allah swt).
Pengertian khusus tentang Tawasul adalah suatu upaya untuk mencapai kedekatan diri secara khusus kepada Allah swt dengan cara mencari berbagai jalan perantara yang dapat mempermudah dirinya sampai kepada ridlo Allah swt. Sebagian ulama salaf shaleh juga berpendapat bahwa pelaksanaan Tawasul dilaksanakan atas dasar cinta dan bertujuan untuk lebih cepat sampainya kepada yang dicintai. Dasar hukum Tawasul adalah sebagaimana Allah swt telah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah Al Wasilah (berbagai jalan perantara) yang (dapat) mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan” ( QS : Al Maidah – 35 )
Bukalah tafsir Ibnu Katsir (2/50), beliau berkata : “Al Wasilah adalah apa – apa yang bisa menyampaikan kepada tujuan”. Ijma’ ulama berpendapat bahwa pelaksanaan Tawasul adalah realisasi dari perintah Al Qura’an (Al Wasilah). Jadi segala upaya yang bersifat sebagai jalan perantara menuju kepada Allah swt dinamakan Tawasul. Tentu praktek pelaksanaan ber-Tawasul haruslah mengikuti standarisasi ajaran yang sudah di syari’atkan Islam, asal tidak ada pertentangan hukum maka semua praktek Tawasul boleh dilaksanakan.
Jika demikian dengan dalih apalagi pelaksanaan Tawasul dihakimi bid’ah dan syirik, apakah gerakan ekstrem (kaum radikalis Wahabiyah) di Negeri ini akan tetap menolak apabila dituduh sebagai penjahat islam karena terbukti telah menyelewengkan Aqidah, padahal secara nyata praktek Tawasul memiliki dalil Al Qur’an (QS : Al Maidah – 35).
Simaklah hadist sahih yang diriwayatkan oleh (Imam Bukhori dan Muslim), cerita tentang tiga orang yang terjebak didalam gua, karena pintu gua tertutup batu besar. Ketiga orang tersebut akhirnya berdoa kepada Allah, dengan ber-Tawasul pada amal shalehnya sendiri. Orang pertama ber-Tawasul melalui amal berbaktinya kepada kedua orang tua. Orang kedua ber-Tawasul melalui amalnya saat dia menolak berbuat zina dengan anak pamannya padahal kesempatan terbuka lebar. Orang ketiga ber-Tawasul melalui amal baiknya kepada buruhnya. Pada akhirnya Allah swt mengabulkan doa mereka !, sekarang adalah saat yang tepat untuk berfikir !, secara nyata doa ketiga orang tersebut memiliki muatan ber-Tawasul melalui amalnya sendiri dan Allah swt meridloinya. Berdasar pada hadist sahih tersebut bisa diambil pelajaran bahwa ber-Tawasul dengan amal shaleh menurut syariat diperbolehkan dalam ajaran Islam.
Bila saja gerakan ekstrem mengatakan Tawasulnya ketiga orang yang terjebak didalam goa tersebut adalah perilaku bid’ah dan syirik, sama halnya mereka menuduh Imam Bukhori dan Muslim sebagai Muhaddist palsu, karena telah meriwayatkan hadist yang memuat perbuatan bid’ah dan syirik. Padahal hadist tersebut sahih dan tidak terputus sanadnya. Adalah fenomena rusaknya aqidah apabila stiap kebenaran dikatakan sesat ?.
Pada sisi yang lain pelaksanaan Tawasul melalui kemuliaan (jah) Nabi Muhammad saw oleh gerakan ekstrem Wahabiyah juga dituding sebagai perilaku yang menyesatkan, tentunya tuduhan tersebut tidaklah benar. Simaklah dengan baik bantahan kami terhadap kebathilan hukum mereka, berikut ini adalah hadist sahih yang memuat tentang riwayat taubatnya Nabi Adam as yang ber-Tawasul melalui kemuliaan (jah) Nabi Muhammad saw, sebagaiamana Rasulullah saw bersabda :
Tatkala (Nabi ) Adam mengakui kesalahannya beliau berkata : Wahai Rabbku, aku memohon kepadaMu dengan Hak (Syafa’at / jah) Muhammad agar Engkau mengampuniku !. Allah menjawab : Wahai Adam, bagaimana engkau mengenal Muhammad padahal Aku belum menciptakannya ?. (Nabi ) Adam berkata : Wahai Rabbku, ketika Engkau menciptakanku dengan tangan-Mu dan Engkau tiupkan ruh-Mu padaku, maka aku mengangkat kepalaku, lalu aku melihat penyangga ‘arsy (terdapat) tulisan La ilaha illallah Muhammadur Rasulullah, aku tahu Engkau (Yaa Allah) tidak akan menambahkan kepada Nama-Mu kecuali Makhluq (itu) yang paling Engkau cintai. Allah berfirman : Aku mengampunimu (Adam), kalau bukan karena Muhammad nisacaya Aku tidak akan menciptakan-Mu (tidak pula mengampunimu)”
(HR : Al – Hakim dalam Al – Mustadrak 2/615)
Jauh sebelum ajaran Islam berkembang dimuka bumi, sesungguhnya Nabi Adam as sudah melaksanakan Tawasul (Wahai Rabbku, aku memohon kepadaMu dengan Hak (Syafa’at / jah) Muhammad agar Engkau mengampuniku), dalam taubatnya Beliau as meminta ampunan kepada Allah swt dengan ber-Tawasul kepada kemuliaan (jah) Nabi Muhammad saw sebagai Syafi’ul umam (pemberi syafa’at bagi seluruh umat), sehingga Allah swt meridloinya dan berkenan mengampuni Nabi Adam as (padahal Nabi Muhammad saw ketika itu masih berwujud Nur). Akankah kaum radikalis akan menuding sesat Nabi Adam as dikarenakan doa dalam taubatnya terdapat praktek Tawasul (tentu mereka tidak akan seberani itu menghina Nabi Adam as). Rasanya kamipun tidak akan heran apabila kaum yang sembrono tersebut menangkis bantahan kami tersebut dengan berkilah bahwa hadist tersebut dhoif (biasanya mereka suka berkata : “saya belum pernah mendengar hadist itu”), dan yang dianggap benar tentu yang dapat menguntungkan ideologinya (sangatlah plin – plan). Maka simaklah firman Allah swt :
“Sesungguhnya Jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu (Rasul saw), lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (QS : An Nisa’ – 64)
Menurut para salaf shaleh, firman tersebut merupakan salah satu dalil Kitabullah tentang diperbolehkannya ber-Tawasul melalui kemuliaan (jah) Nabi Muhammad saw, sebagaimana yang telah di lakukan oleh Nabi Adam as jauh sebelum Al Qur’an di turunkan dimuka bumi, karena sebaik – baiknya perantara adalah Nabi Muhammad saw. Perselisihan semacam apakah apabila yang jelas – jelas sunah difitnah bid’ah ?.
Kembali dibahas, untuk membantah bathilnya hukum mereka agar tidak lagi ditemukan keraguan tentang pasal pelaksanaan Tawasul. Ibnu Hajar dalam Tuhfatuz Zuwar menceritakan dengan sanad yang baik, bahwa :
“Semasa Kedatangan Khalifah Abbasiyah kedua Al Manshur ke Makah pada saat menunaikan Hajinya, lalu ia menemui Imam Malik dan bertanya : Hai Abu Abdillah, sesudah ziarah dan hendak berdoa, apakah saya harus menghadap ka’bah atau menghadap Rasulullah saw ?. Imam Malik menjawab : Jangan kamu palingkan wajahmu darinya (kuburan Nabi saw) sebab dia adalah wasilahmu dan wasilah bapakmu (Nabi) Adam kepada Allah swt. Bahkan hadapkan wajahmu kesana dan mintalah syafa’at kepadanya (Nabi saw) maka niscaya Allah swt akan memberi syafa’at kepadamu
Ber-Tawasul dengan perantara meminta syafa’at Rasulullah saw adalah jalan (Al Wasilah) untuk meraih syafa’at dari Allah swt sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Malik kepada Khalifah Abbasiyah kedua Al Manshur (mintalah syafa’at kepadanya (Nabi saw) maka niscaya Allah swt akan memberi syafa’at kepadamu). Para ulama ushuliyun berpendapat pada dasarnya kedudukan syafa’at Nabi Muhammad saw merupakan pintu utama untuk meraih semua bentuk pertolongan dari Allah swt, dan semua akan terjadi tentu atas ridlo Allah swt, sebagaimana Allah swt berfirman :
Tiada Aku (Allah) mengutus engkau (Muhammad), melainkan sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam
(QS : Al Anbiya’ - 107)
Dalam hal ini dalil tersebut dapat dijadikan landasan bahwa meminta syafa’at (beristighotsah) kepada Nabi Muhammad saw juga merupakan bagian dari Tawasul, bukan berarti meminta syafa’at sama halnya menuhankan yang memberi syafa’at, seperti yang dituduhkan oleh Wahabiyah yang bodoh dalam beraqidah tersebut.
Jangankan ber-Tawasul melalui kedudukan Rasulullah saw yang jelas – jelas memiliki hak sebagai pemberi syafa’at seluruh umat, bahkan dikisahkan dalam riwayat sahih sesungguhnya pada waktu terjadi kemarau panjang Sayidina Umar bin khatab pernah ber-Tawasul kepada paman Nabi saw (Al Abbas bin Abdul Mutholib), dalam Tawasul-nya Sayidina Umar bin khatab berdoa :
“ Yaa Allah, dahulu kami bertawasul kepada-Mu dengan Nabi-Mu agar Engkau menurunkan hujan dan telah Engkau kabulkan. Sekarang kami bertawasul dengan paman Nabi kami (Al Abbas bin Abdul Mutholib) maka turunkanlah hujan. Anas bin Malik berkata : lalu turunlah hujan kepada kami. “ (HR : Bukhori)
Pertanyaannya apakah perilaku Tawasul Sayidina Umar bin khatab tersebut akan dihakimi bid’ah dan syirik, atau barangkali kaum radikalis tersebut akan menuduh musyrik Sayidina Umar bin khatab. Atau disisi lain mereka berkilah memperbolehkan Tawasulnya Sayidina Umar bin khatab lantaran bertawasul kepada paman Nabi saw yang masih hidup, kemudian memperselisihkan pendapat dengan mengatakan boleh ber-Tawasul kepada yang masih hidup karena dianggap dapat memberikan manfaat, selanjutnya mereka tidak memperbolehkan ber-Tawasul kepada siapapun juga yang sudah mati karena dianggap tidak bisa memberikan manfaat atas sebab sudah terputus amalnya.
Suatu kebusukan faham tauhid yang menjijikan, bila yang hidup dikatakan dapat memberikan manfaat dan yang mati dianggap tidak bisa memberikan manfaat ( pemikiran tersebut merupakan salah satu tanda – tanda murtadnya seorang muslim dari aqidah Ahlus Sunah wa Al-Jamaah ). Bahkan tidak ada satupun makhluq akan dapat memberikan mafaat terkecuali semua itu terjadi atas kehendak Allah swt. Sebagaimana Allah swt berfirman :
“Dan kamu sekalian tidak dapat menghendaki melainkan apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam” (QS : At Takwir – 29)
Penafian atas kuasa Allah swt terhadap seluruh makhluqnya merupakan sikap kekufuran yang nyata. Hidup ataupun matinya makhluq, dapat memberikan manfaat ataupun tidaknya sangatlah tergantung kepada Kuasa serta Kehendak Allah swt. Yang hidup tidak bisa memberikan manfaat dan yang mati bisa memberikan manfaat tidak akan ada perbedaan dan perselisihan selagi semua itu terjadi atas izin Allah swt (Bukalah Al Qur’an Surat Ali Imron / 169 tentang manusia yang telah mati namun Allah swt menganggap mereka masih hidup).
Memang harus diakui terkadang segala unsur faham yang termuat dalam doktrinasi ajaran mereka serba membingungkan dan bertolak belakang dengan ajaran Islam Ahlus Sunah wal Al-Jamaah (sungguh aneh) meskipun demikian dengan berbagai cara dan upaya kami pastikan mereka tetap akan menolak penjelasan kami, lalu dimana penalarannya yang jernih itu ?. Cukup Allah swt saja yang mengetahui siapa yang telah tersesat namun fanatik ! padahal kefanatikan itu sendiri bagian dari kebhatilan.
Pertanyaannya ?. Apakah mungkin antek – antek penggemar hukum bathil tersebut dapat mencapai kedudukan yang sebenarnya dalam bertauhid ?, sebuah pertanyaan yang luas maknanya namun cukup dijawab dengan delapan huruf yakni “M-u-s-t-a-h-i-l”.

41
Kendorkanlah saraf kecil yang berada di pikiran anda, bukalah pengetahuan anda, dan buanglah kekerdilan serta kebekuan di otak anda selama ini, simaklah dalam hadist riwayat sahih, yang diriwayatkan langsung oleh Tujuh Imam Muhaddist (Imam Ahmad, Imam Ibn Khuzaimah, Imam Abu Naiem, Imam Baihaqy, Imam Thabrani, Imam Ibn Sunni, Imam Ibn Majah dengan sanad Shahih) sesungguhnya Rasulullah saw telah berdoa : “Yaa Allah, Demi orang-orang yang berdoa kepada Mu, demi orang-orang yang bersemangat menuju (keridhoan) Mu, dan Demi langkah-langkahku ini kepada (keridhoan) Mu, maka aku tak keluar dengan niat berbuat jahat, dan tidak pula berniat membuat kerusuhan, tak pula keluarku ini karena Riya atau sumah...(dan seterusnya hingga akhir hadits).
Sangat nyata sekali bila Rasulullah saw dalam doanya tersebut ber-Tawasul kepada para orang - orang shaleh (Demi orang-orang yang berdoa kepada Mu, demi orang-orang yang bersemangat menuju (keridhoan) Mu), kemudian Rasulullah saw melanjutkan doanya dengan ber-Tawasul kepada amal shaleh Beliau saw sendiri (demi langkah - langkahku ini kepada keridhoan Mu ). Bahkan doa tersebut kini dibaca oleh kaum muslimin pada waktu menuju masjid dan doa safar.
Yang menjadi persoalan, akankah kaum radikalis akan kembali berkata hadist itu dhoif, sehingga ujung – ujungnya hendak melemahkan dalil para ahli Tawasul, sangatlah tidak konsekuen !, apabila demikian jawabannya, untuk keberapa kalinya mereka menghina para Muhhadist, padahal hadist yang memuat tentang praktek Tawasulnya Rasulullah saw tersebut tidak diperselisihkan hukum sanad serta matannya oleh tujuh Imam Muhadist, bahkan disahkan sebagai landasan hukum bab Tawasul !.
Lalu butuh berapa kali lagi kami akan memvonis kaum esktrem tersebut sebagai penjahat Islam yang bersindikat penyesatan, sehingga mereka merasa jera dan akhirnya kembali kepada jalan yang benar menurut ajaran Islam Ahlus Sunah Wa Al-Jamaah !. adapun demikian meski berbagai dalil tersahih kami sodorkan, tetap saja mereka berkata “ah hadist ini itu dhoif, itu tetap bid’ah dan syirik, karena yang benar menurut guru ngaji saya seperti ini dan itu…!”, itu jawaban ahli taqlid sebagai cermin kebodohannya dalam bertauhid. Kembali terbukti bahwa mereka sangat keterlaluan dalam merusak aqidah umat, mereka telah mengadakan penyelewengan aqidah secara besar - besaran, sebagai contoh kecil yang sangat nyata tentang keputusan mereka dalam hal pelaksanaan Tawasul yang selalu di anggap bid’ah dan syirik, padahal nyata sekali Al Qur’an memberikan perintah pelaksanaan Tawasul, Rasulullah saw sendiri dalam doanya melaksanakan Tawasul, Nabi Adam as dalam taubatnya juga memuat Tawasul, Sahabat Nabi dan para Khalifah serta ulama shaleh lainnya melaksanakan berbagai Tawasul. Sungguh merupakan fitnah yang nyata apabila pelaksanaan Tawasul itu tetap dianggap sebagai perilaku Bid’ah dan Syirik.
Apabila ada seorang penganut Islam mengaku hendak memurnikan Tauhid Islam namun menghakimi pelaksanaan Tawasul sebagai perilaku bid’ah, syirik, taqlid adalah pertanda yang nyata bila kaum tesebut termasuk bagian dari tanduk – tanduk syetan yang bernisbat kepada ajaran Muhammad bib abdul Wahab An najdi (sang Imam Madzhab Wahabiyah yang beraqidah bid’ah).
Simaklah uraian – uraian yang terpampang secara jelas didalam buku – buku atau didalam tabloid – tabloid yang diproduk oleh kaum yang fanatik tersebut demi mempromosikan kesesatan aqidahnya, secara nyata mereka memberikan keputusan bahwa setiap amaliah yang dirasa tidak sesuai dengan fahamnya, akan selalu dihakimi bid’ah, syirik, taqlid tersesat dan sebagainya, bahkan mereka mengatakan siapapun juga yang melanggar keputusan hukumnya dianggap sebagai kaum musyrikun, kaum tersesat serta kaum yang pasti masuk neraka, lantaran telah mebangkang ajarannya (Naudzubillah). Sebuah perilaku dusta dan kedzoliman yang sangat nyata !.
Para penjahat Islam yang bersindikat penyesat umat tersebut telah menebarkan fitnah, Seorang Imam Sufi shokhibul hikam, Al Imam Ibnu Athoilah dituding sebagai pembawa virus tasawuf berbau bid’ah dan syirik, Guru besar Al Imam Syekh Abdul Qodir Jaelani dalam ajaran tasawufnya juga dianggap sebagai tokoh yang menyesatkan umat, didalam sebuah majalah produk kaum fasik tersebut yang terbit sekitar tahun 2006, kami pernah membaca bahwa pembacaan Maulid Nabi (salah satu obyek Tawasul) dianggap perilaku bid’ah dan syirik, dalam hal ini mereka menghina penyusun Maulid Nabi (salah satunya adalah Maulana Al Habib ‘Ali bin Muhammad Al-Habsyi) dianggap sebagai tokoh pembawa amaliah bid’ah dan penuh kesyirikan (Naudzubillah tsuma Naudzubillah). Padahal Habibuna Maulana Al Habib ‘Ali bin Muhammad Al-Habsyi (penyusun Simtud duror) merupakan tokoh panutan umat yang sangat besar sekali jasanya dalam menyadarkan masyarakat Islam diberbagai penjuru, bahkan atas Ijtihad Wali Aqtob Maulana Al Habib ‘Ali bin Muhammad Al-Habsyi (sang kekasih Nabi saw) pada akhirnya banyak sekali kaum muslimin diberi kemampuan mencapai martabat Muhibbin (yakni para pecinta Rasulullah saw).
Suatu bentuk promo penyesatan yang sangat apik dan rapi untuk mengelabui umat, secara logika apabila seorang pemimpin ditumbangkan mereka beranggapan bahwa bola – bola liar akan dapat masuk kegawangnya, sungguh sistim dakwah yang penuh dengan seni penyesatan sekaligus kapabel dalam pembodohan.
Setelah kami mengadakan pelacakan, dengan menyempatkan diri berbaur bersama gembong – gembong kaum ekstrem Wahabiyah di Negeri ini, untuk mengetahui secara persis tentang faham – faham yang disampaikan kepada masyarakat luas, pada akhirnya kami menemukan banyak sekali bukti – bukti tentang rusaknya aqidah dalam ajaran mereka, salah satunya yang kami temukan adalah begitu kuatnya mereka mendoktrin pengikutnya agar tidak segan – segan melawan secara brutal semua faham yang dirasa tidak sesuai dengan ideologinya, pada bukti yang lain banyak sekali hadist riwayat sahih mereka lenyapkan dari permukaan umat jika dirasa membahayakan pergerakannya, bila saja masih ditemukannya suatu hadist sahih yang dapat melemahkan faham – fahamnya, merekapun akan memotong jalan singkat sebagai bahan bantahan dengan mengatakan hadist tersebut dhoif. Sungguh mengerikan dan sangat tragis !.
Kini saatnya kami memberi pandangan, silahkan apabila menurut hati kecil anda hendak memaafkan kebrutalan aksi – aksi penyesatan mereka dalam rangka membudayakan sikap bertoleransi sebagai warga Negara Indonesia yang baik, namun perlu diingat bahwa tidak ada kata mufakat serta tidak ada istilah toleransi dalam hal pengrusakan aqidah umat, dalam hal ini jangan pernah sesekali memberi kesempatan kepada mereka untuk kembali merusak aqidah umat, hentikan segala bentuk praktek ubudiyah yang berasal dari doktrinasi mereka, bersihkan rumah – rumah Allah swt (masjid atau mushola) dari fahamnya yang penuh dengan kebathilan Bebaskan Aqidahmu dari teror – teror sesat Wahabiyah, tolaklah secara tegas ajarannya dan adakanlah reformasi besar – besaran dengan tidak memberikan kedudukan apapun kepada mereka disuatu tempat peribadatan ataupun dalam ormas-ormas tertentu, segeralah jalin hubungan secara harmonis kepada para alim yang benar – benar beraqidah Islam ‘ala Ahlus sunah Wa-Aljamaah dan rekatkanlah tali persatuan kepada saudara – saudara kita yang seaqidah.
Para penjahat Islam di Negeri ini tidak hanya mereka yang hendak membinasakan, membunuh, menganiaya, membantai dan memerangi kaum muslimin, akan tetapi para penjahat Islam juga mempunyai sindikat yang rapi namun sangat mengerikan (kejahatan yang bersindikat penyesatan).
Bisa jadi para penjahat Islam adalah mereka yang dikirim oleh organisasi tertentu untuk mempelajari ajaran Islam dengan tujuan memurtadkan para penganut Islam dari dalam, setelah berhasil dicekoki dengan faham – faham yang dapat merusak aqidah dan di doktrin dengan suatu misi yang dapat memecah belah umat (sistim adu domba), merekapun muncul secara tiba – tiba di atas permukaan sebagai tokoh umat atas biaya dari oknum rahasia dengan maksud ingin menghancurkan Islam (waspadalah).
Praduga tak bersalah tersebut benar – benar sudah terjadi atau belum terlaksana bukanlah suatu perkara yang terlalu penting untuk dibahas, karena tugas yang paling utama bagi kita adalah membentengi diri dari suatu gerakan yang dirasa membahayakan ajaran Islam beserta penganutnya. Terutama tolaklah secara tegas segala faham yang dibawa oleh gerakan ekstrem Wahabiyah yang sebelumnya dipelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi asal Nejed (suatu daratan yang memunculkan tanduk – tanduk syetan / HR : Bukhori - sahih).
Benahilah diri anda dan mengertilah bahwasannya Ittiba’ (mengikuti) sebuah kebenaran adalah tugas serta kewajiban bagi seorang mukmin yang shaleh, sebagaimana Allah swt mewajibkan kepada kita semua agar ber-Ittiba’ kepada wahyu-Nya, serta ber-Ittiba’ pula kepada Rasul-Nya, termasuk ber-Ittiba’ juga kepada para sahabat dan para wali-Nya. Bilamana wahyu-Nya menyerukan ber-Tawasul, sehinga Rasul-Nya, Nabi-Nya, serta para Sahabat Nabi saw dan para Wali-Nya melaksanakan Tawasul adalah suatu kebenaran yang tidak akan terbantahkan apabila kita semua ber-Ittiba’ melaksanakan Tawasul. Bila saja para penjahat Islam selalu berusaha melemahkan aqidah kita dalam ber-Ittiba’ kepada kebenaran, atau bisa jadi mereka hendak memecah belah persatuan umat, atau barangkali selama ini ada diantara kita telah di adu domba hingga diluar sadar telah terasuki faham kaum fasik tersebut, kami sarankan sebaiknya kita semua berpegang teguh pada firman Allah swt :
“jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf serta berpalinglah dari orang – orang yang bodoh”
(QS : Al A’raf – 199)
mereka itu tuli, bisu dan buta dan tak mau kembali pada kebenaran (QS : Albaqarah-18)
hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki – laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku – suku supaya kamu saling kenal mengenal (bukan saling bermusuhan)” (QS : Al Hujurat – 13)
Naluri kamipun tak tega mengklaim mereka sebagai penjahat Islam (yang bersindikat penyesatan), kamipun tidak berkeinginan mengatakan kepada mereka sebagai gembong – gembong perusak aqidah, rasanya juga sedih sekali ketika kami harus memvonis gerakan ekstrem dan antek – antenya tersebut sebagai kaum fasik. Namun kami teringat bahwa Rasulullah saw pernah bersabda “Seutama – utamanya jihad adalah sebuah jihad dengan perkataan yang haq (penuh kebenaran)”, setelah berbagai bukti kami temukan, maka kami harus mengatakan sebuah kebenaran itu meskipun semua terasa getir dan pahit. Setiap bentuk kebathilan harus ditumpas dan setiap kebenaran meskipun terasa berat sangat wajib sekali untuk diperjuangkan. Termasuk salah satunya memberantas tanduk - tanduk syetan demi melestarikan ajaran Islam Ahlus Sunah wa Al-Jamaah agar tetap berkembang di Negeri ini.
Seharusnya mereka dapat mengikuti jejak Imam Madzhab Al Imam Syafi’i ra, yang berkata : Jika kalian menjumpai sunah Rasulullah saw, maka Ittiba’lah kepadanya, dan jangan menoleh perkataan siapapun”. Ditambah lagi beliau juga berkata : “Setiap yang aku katakan, kemudian ada hadist sahih yang memperselisihkannya. Maka hadist sahih Nabi saw itu lebih utama untuk di ikuti. Dan Janganlah kalian Taqlid kepadaku”.
Dalil – dalil yang kami paparkan tentang bab Tawasul secara murni berlandaskan kepada Al Qur’an dan setiap hadist yang kami cantumkan terbukti sahih serta tidak deperselisihkan oleh para Muhaddist. Pelaksanaan Tawasul bukanlah perbuatan bid’ah tidak pula syirik, dan setiap pelaksanaan berbagai Tawasul adalah ibadah karena menjadi sunah dalam ajaran Islam, semoga ada hikmah.
( Al Faatihah…)
Disusun oleh : S - Muhammad Asyhari Al Adzomah Khon

Tidak ada komentar:

Posting Komentar