Pages

Kamis, 23 Juni 2011

Mu'alif Shalawat Syafa'ah Habaib Marga Al Khan

MUKADIMAH

Segala puji bagi Allah SWT, Rab Penguasa langit dan bumi, Dzat yang Maha sempurna lagi Maha Suci, yang Maha Rahman lagi Maha Rahim, dan tiada sekutu bagi-Nya sehingga kamipun bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT dan kami bersaksi bahwa sesungguhnya Nabi Besar Muhammad SAW adalah utusan-Nya, dan semoga shalawat serta salam yang sempurna senantiasa terlimpahkan kepangkuan Sayidina wa Maulana wa Syafi’ina Muhammad SAW sebagai Rasul utusan pembawa Rahmat bagi seluruh alam, dan semoga Shalawat dan Salam tersebut juga senantiasa terlimpahkan untuk para Ahlul Bait’Nya berserta untuk para sahabat’Nya juga untuk para pengikut’Nya biqauli “Assolatu wasalamu ‘alaika wa ‘ala ‘ali ‘alaika Yaa Sayyidasy Syafa’ah Isfa’lana Yaa Rasulullah”. Di dalam hadist riwayat sahih Rasulullah SAW bersabda :


Bacalah kamu sekalian shalawat kepada’Ku maka sesungguhnya bacaan shalawat kepada’Ku itu dapat menjadi penebus dosa dan pembersih bagi kamu sekalian, dan barang siapa membaca shalawat kepada’Ku satu kali maka Allah akan melimpahkan shalawat (Rahmat serta Ampunan) kepadanya sepuluh kali “
HR: Ibnu Abi ‘ashim dari Anas Bin Malik


Bershalawatlah karena shalawat itu ibadah, shalawat itu doa dan cahaya yang dapat menerangi hatimu, shalawat adalah lautan kasih sayang sekaligus ungkapan ketulusan cinta kepada Nabimu, dan hakekatnya Shalawat dapat dijadikan jalan (thareqat) untuk meraih iman dan cinta yang sempurna, sekaligus dapat menjadi perantara (wasilah) untuk mendapatkan Rahmat dari Allah SWT melalui syafa’at dari sang Nabi Akhirruzaman Sayidina Muhammad SAW yang Rauufurrahim (Pemimpin yang sangat berkasih sayang).

Buku ini memiliki kajian serta tujuan mengungkap dasar Hukum dan Hikmah Bershalawat, dengan berpedoman pada kitab suci Al Qur’an dan Hadits – Hadits sahih, sekaligus dalam proses penyusunannya melibatkan pemikiran serta persetujuan (Ijma’) beberapa Habaib, alim ulama dan para cendikiawan muslim .
Semoga dari proses awal hingga akhir dalam penyusunan buku ini mendapat Ridlo dan Rahmat yang sempurna dari Allah SWT, serta mendapat Syafa’at dari Rasulullah SAW. Sehingga membuahkan manfaat serta kebaikan dari detik ini sampai tiba waktunya nanti di yaumilqiyamah. Dan tidak ada motif atau maksud tertentu dalam penyusunan buku ini, terkecuali kami para penyusun sekaligus bagi siapa saja yang terlibat dalam penyusunan buku ini semata – mata hanya menitahkannya dalam landasan niat Lillahita’ala yakni demi mencapai pengabdian dan keimanan yang sempurna dihadapan Rab yang Maha Agung, juga dalam rangka untuk menggapai cinta yang hakiki kepada Nabi Besar Muhammad SAW juga sebagai jalan untuk memenuhi tugas, serta kewajiban seorang hamba dari sang Khaliq ‘Azza Wajalla dengan mewujudkan ketaatan, cinta dan patuh serta tunduk terhadap utusan-Nya Rasulullah SAW, yang nilai – nilai hakekat dari manfaat buku ini kami persembahkan untuk keluarga kami, khususnya untuk kedua orang tua kami, untuk Guru - Guru pendahulu kami, terutama untuk seluruh lapisan kaum muslimin dan untuk para pengamal Shalawat Syafa’ah yang membawa misi syiar Shlawat Syafa’ah yakni sebuah misi mengajak segenap umat masyarakat untuk kembali mengenal sekaligus mencintai Nabi dan Rasul yang dimuliakan Sayidina Muhammad SAW, dengan menempuh jalan spiritual mengamalkan Shalawat Syafa’ah, dengan harapan dapat menumbuhkan iman yang hakiki, serta ketaqwaan yang sejati, Amin.


MAJELIS KELUARGA BESAR PENGAMAL SHALAWAT SYAFA’AH
JATENG – INDONESIA









DASAR HUKUM SHALAWAT

Tidak ada keraguan bagi kitab suci Al Qur’an, yang menjadi pedoman utama dalam menentukan berbagai hukum syari’at Islam, sehingga seluruh kaum muslimin tanpa terkecuali telah diwajibkan untuk beriman kepadanya (Al Qur’an). Adapun dasar hukum bershalawat telah ditentukan dalam kandungan Ayat-ayat suci Al– Qur’an, sebagaimana Allah SWT berfirman :

“Sesungguhnya Allah SWT bersama para Malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi (Muhammad SAW), wahai orang – orang yang beriman bershalawatlah dan sampaikan salam penghormatan kepada-Nya (Nabi Muhammad SAW)”



(QS: Al Ahzab 56)
Ayat tersebut termaktub pernyataan bahwa Allah SWT bersama para Malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Adapun pengertian shalawatnya Allah SWT terhadap Nabi Muhammad SAW tidaklah sama seperti pemahaman praktek shalawat yang kita baca. shalawatnya Allah SWT berupa limpahan Rahmat serta kemuliaan yang diberikan secara khusus untuk Nabi Muhammad SAW sebagai bukti bahwa Allah SWT telah memuliakan Nabi Muhammad SAW dengan menempatkan Beliau sebagai Hamba serta utusan-Nya yang memiliki kedudukan serta derajat yang lebih paling tinggi dibanding dengan para Nabi atau Rasul yang lain, sedangkan pengertian shalawat yang kita baca adalah sebuah praktek permohonan kebaikan serta kemuliaan kepada Allah SWT untuk Rasulullah SAW, yang hal tersebut dilaksanakan atas dasar memenuhi perintah Allah SWT (lillahita’ala), juga temasuk salah satu perilaku ibadah yang mencerminkan kecintaan dan ketaatan serta penghormatan kita kepada Rasulullah SAW karena Beliau memiliki kedudukan sebagai junjungan dan pemimpin umat sekaligus pembawa risalah dan wasilah dienul Islam. Adapun shalawatnya para Malaikat berupa permohonan Rahmat dan kemuliaan juga kebaikan kepada Allah SWT untuk Nabi Muhammad SAW beserta keluarga’Nya ataupun untuk para pengikut – pengikut’Nya.

Melalui keterangan firman Allah SWT : “Bershalawatlah dan sampaikan salam penghormatan kepada’Nya” (QS : Al Ahzab 56), secara jelas firman tersebut menunjukkan kalam perintah agar kaum muslimin melaksanakan shalawat (“bershalawatlah”), yang kemudian dari kalam perintah tersebut dapat dijadikan dasar serta pedoman utama untuk menentukan hukum bershalawat sebagai perintah ibadah, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwasannya bershalawat kepada Nabi Besar Muhammad SAW merupakan ajaran serta tuntunan ibadah yang memiliki hukum sahih (tidak diragukan lagi kebenarannya) untuk dilaksanakan bagi seluruh pemeluk agama islam tanpa terkeculi karena telah disyari’atkan didalam Al Qur’an, maka dengan bershalawat sama halnya telah memenuhi perintah serta seruan Allah SWT, dan sebaliknya bila tidak bershalawat sama juga dengan meninggalkan seruan serta perintah-Nya, yang berarti telah mengingkari firman-Nya yang suci.

Akan tetapi dalam menentukan hukum melaksanakan shalawat telah terjadi perbedaan pendapat (khilafiyah) dikalangan para Alim Ulama. Beberapa Ulama ada yang berpendapat wajib bil ijmal (wajib satu kali semasa hidup), adapula yang berpendapat Sunnah (sebaiknya dilaksanakan setiap waktu), namun membaca Shalawat didalam Shalat yakni pada Attakhiyat akhir hukumnya wajib karena Shalawat telah ditetapkan menjadi salah satu syarat syah rukunnya Shalat. Dan oleh Beliau ulama Saleh Salafiyah pencetus madzhab Imam Syafi’i menyatakan bahwa barang siapa Shalat tanpa mengikutsertakan bacaan Shalawat pada attakhiyat terakhir maka shalat tersebut hukumnya batal atau tidak Syah.

Dan tidak ada suatu perkataan yang paling benar terkecuali perkataan Nabi Besar Muhammad SAW, karena sesungguhnya semua perkataan Rasulullah SAW muncul dari sebuah getaran frekwensi keimanan yang tinggi dan telah bermusyhadah kepada Allah SWT, sehingga tingkat kwalitas sabda (perkataan) Beliau SAW adalah terobosan kebenaran wahyu dari Allah SWT yang setiap saat dapat menembus hingga menyatu didalam jiwa dan Ragan’Nya, Maha Suci Allah SWT yang telah memuliakan Beliau SAW dalam berbagai tingkatan kemuliaan derajat serta pangkat dan kemampuan. Dan Beliau Nabi Besar Muhammad SAW bersabda :

Bacalah kamu sekalian shalawat kepada’Ku, maka sesungguhnya bacaan shalawat kepada’Ku itu dapat menjadi penebus dosa dan pembersih bagi kamu sekalian, dan barang siapa membaca shalawat kepada’Ku satu kali maka Allah akan memberi shalawat (rahmat serta maghfiroh) kepadanya sepuluh kali”



(HR: Ibnu Abi ‘ashim dari Anas bin Malik)Adakah kita sebagai kaum muslimin yang diwajibkan beriman kepada Nabi Besar Muhammad SAW akan meragukan sabda Nabinya sendiri !, setelah Firman Allah SWT didalam kitab suci Al Quran memberikan ketetapan hukum bershalawat, maka dalam riwayat hadist sahih yang tersebut di atas adalah suatu pedoman dan pernyataan yang lebih jelas lagi bahwasannya Nabi Besar Muhammad SAW telah memberikan ketetapan hukum bershalawat sebagai sunah’Nya (ajaran’Nya), “Bacalah kamu sekalian shalawat kepada’Ku” , yang kemudian dapat dinyatakan bahwa bershalawat kepada Rasulullah SAW sama halnya telah melaksanakan ketetapan hukum akan sunah – sunah’Nya. Sekaligus didalam sabda-Nya tersebut Rasulullah SAW juga menerangkan manfa’at serta keutamaan shalawat yang dapat dijadikan sebagai penguat hukum yakni salah satunya dapat dijadikan sebab untuk meraih kesucian jiwa, juga melalui shalawat dapat dijadikan sebagai alat untuk membersihkan hati dari segala bentuk kotoran nafsu, sampai pada puncak dapat meraih Maghfiroh (ampunan) serta Rahmat yang sempurna dari Allah SWT. Dalam riwayat hadist sahih yang lain, Beliau SAW memperkuat seruan bershalawat kepada’Nya tersebut, dengan bersabda :

“Ya benar telah datang kepada’Ku, seorang pendatang (utusan) dari Tuhan’Ku, kemudian berkata : Barang siapa diantara umat’Mu membaca kepada’Mu satu Shalawat, maka sebab bacaan shalawat tadi Allah SWT menuliskan baginya sepuluh macam kebaikan, dan mengangkat derajatnya sepuluh derajat kebaikan, dan Allah SWT membalas kepadanya sepadan dengan shalawat yang ia baca”
(HR: Imam Ahmad)

Sebagaimana diterangkan pada hadist riwayat sahih tersebut di atas adalah sebuah pernyataan Rasulullah SAW yang membenarkan perilaku para Sahabat’Nya yang ketika itu tengah bershalawat kepada’Nya, dan pernyataan Rasulullah SAW yang membenarkan perilaku ibadah dalam bentuk bershalawat kepada’Nya tersebut merupakan tindak lanjut seruan Allah SWT yang disampaikan melalui Malaikat Jibril kepada’Nya.

Pada kitab Duraatun Nasihin Mukadimah Bab kedua diterangkan, dari Abdirrahman bin Auf telah mendengar Rasulullah bersabda :

“Telah Datang Jibril kepada-Ku seraya berkata : Hai (Nabi) Muhammad, tidak seorangpun membaca Shalawat kepada’Mu terkecuali telah dibacakan Shalawat kepadanya oleh tujuh puluh ribu Malaikat, barangsiapa dibacakan shalawat oleh Malaikat maka dia termasuk penghuni sorga”
Betapa ta’jubnya kita akan semua itu, setelah menengetahui keutamaan dan keistemewaan Shalawat, disamping sebagai sarana ibadah ternyata bershalawat kepada Nabi Besar Muhammad SAW lebih banyak memberikan manfaat yang semuanya diluar dugaan kita, kemudian adakah suatu amalan yang dapat menyebabkan diri kita mendapat balasan berupa hak otoritas menerima fadillah (keutamaan) shalawat yang dibaca oleh tujuh puluh ribu Malaikat !, sebagaimana yang di ungkap pada hadist tersebut diatas, Subhanaalloh, bila saja kita tahu bahwa para Malaikat tidak memiliki Nafsu, sudah dapat dipastikan bila shalawatnya para Malaikat tersebut akan diterima dan diridloi oleh Allah SWT, maka tidak heran lagi apabila ada beberapa Alim Ulama berani menyatakan bahwa suatu doa akan cepat ijabah apabila diiringi atau dibarengi dengan bershalawat atas Nabi Muhammad SAW. Namun untuk mendapatkan hak otoritas keistemewaan serta fadillah shalawatnya para Malikat hingga mendapat kemudahan untuk mencapai suatu hajat ataupun ingin memiliki kategori doa yang mustajabah tersebut sangatlah tergantung dari kwalitas serta kwantitas shalawat pada saat di baca (diamalkan).

Melalui keterangan - keterangan yang dibahas di awal, Jelaslah sudah bahwasannya perilaku ibadah yakni berupa bershalawat kepada Nabi Besar Muhammad SAW sesungguhnya telah disyari’atkan (di atur secara jelas ketentuan hukumnya) didalam agama islam, yang kesemuanya itu termuat didalam Al Qur’an sebagai perintah Allah SWT (Sunatullah), sekaligus diserukan langsung oleh Rasulullah SAW (Sunaturrasul) yang termuat didalam berbagai Riwayat hadist sahih. Pada sisi yang lain ternyata Hukum bershalawat tidak hanya ditentukan sebagai Sunatullah wa Sunaturrasul saja, namun sekaligus perilaku ibadah dalam bentuk bershalawat tersebut telah memilki dalil hukum penguat syari’at berupa Ijma’ para Alim Ulama yakni berupa keputusan hukum yang dihasilkan dari kesepakatan para pakar dan ilmuwan syari’at yang terpercaya karena beliau – beliau adalah para Amirul mu’minin (pemimpin bagi kaum mu’min), dan tidak sedikit para Alim Ulama Masyhur yang bergelar Guru Besar diberbagai tingkatan dunia pendidikan Islam mengungkap keutamaan serta keistemewaan shalawat yang kemudian disusun didalam kitab – kitab Salaf.

Pada keterangan lain, dalam bentuk ijma’ (kesepakatan) para tokoh sufi serta ahli tasawuf hasil telah memberikan pernyataan secara jelas yang kemudian dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya dengan bershalawat kepada Nabi Besar Muhammad SAW adalah sebuah praktek ibadah yang memiliki ketentuan Sunah yang salah satu manfa’atnya dapat mempermudah umat untuk menggapai Magfirah dan Hidayah (ampunan serta petunjuk langsung) dari Allah SWT. Seorang Ulama Tasawuf serta Guru besar Syekh Imam Abul Abas At Tijani RA mengenai perihal Shalawat, dalam kitab Sa’adatud Daaroini menerangkan bahwa :

“Jalan yang paling dekat menuju kepada Allah SWT pada hari akhir khususnya bagi mereka yang berlarut – larut berbuat dosa (maksiyat) adalah dengan memperbanyak istighfar dan memperbanyak membaca shalawat kapada Nabi (Muhammad) SAW”
Bahkan Beliau juga menerangkan keistemawaan dan keutamaan bershalawat dengan menerangkan bahwa :

“Sesungguhnya membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, itu (dapat) menerangi hati dan mewusulkan (menghantarkan) tanpa Guru kepada Allah SWT yang mengetahui segala perkara ghaib” (hal:36)
Pernyataan tersebut telah mengungkap salah satu keistimewaan dan keutamaan shalawat yang tidak di dapati pada amal ibadah lain, yakni dalam bershalawat tidak mutlak di butuhkan seorang guru penuntun, karena shalawat yang telah dibaca walau dalam kondisi apapun akan langsung di terima oleh sang Shakhibush Shalawat (yakni hamba yang berhak menerima sekaligus menjadi pemilik shalawat) yaitu Nabi Besar Muhammad SAW. “sesungguhnya bacaan shalawatmu itu akan sampai kepada’Ku” (HR: Abu Dawud).

Namun bukan berarti ibadah yang paling utama hanya cukup bershalawat saja, justru tanpa merendahkan ibadah – ibadah yang lain, justru sudah seharusnya dengan bershalawat diharapkan dapat berdampak semakin bertambahnya nilai amal ibadah yang lain, termasuk salah satunya tetap wajib menjalankan semua ketentuan Rukun Islam, dan dalam riwayat sahih yang lain juga menerangkan bahwa salah satu keutamaan shalawat adalah dapat menyebabkan terkabulnya suatu permohonan (doa), dan segala permohonan (doa) yang tanpa diawali atau dibarengi dengan shalawat akan tertahan diantara langit dan bumi sehingga tidak mustajabah, hal tersebut sesuai dengan sabda Beliau Rasulullah SAW :

“Segala macam permohonan (doa) akan terhijab (terhalangi), sehingga permulaannya (didapati) berupa pujian kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan bershalawat kepada Nabi SAW, kemudian memohon (berdoa) maka permohonannya (doanya) di ijabahi”



HR : IMAM NASAI
Dan perlu diketahui bahwasannya Hakekat kandungan dalam shalawat juga memiliki muatan dzikir, karena bershalawat telah bersinergi dengan berdzikir, pemahamnnya adalah dengan bershalawat sama halnya telah berdzikir, dan pengertiannya jika kita bershalawat kepada Rasulullah SAW sama halnya telah berdzikir kepada Allah SWT, yang mengandung maksud jika kita ingat kepada yang diutus (Rasulullah SAW) otomatis akan teringat kepada yang mengutus (Allah SWT), kesimpulannya dengan bershalawat ternyata memberikan beberapa keuntungan sekaligus memiliki manifestasi diluar perilaku shalawat itu sendiri, dan beruntunglah mereka yang telah bershalawat kepada Rasulullah SAW karena sama halnya telah berdzikir kepada Allah SWT, dan Allah SWT berfirman :

“Sesungguhnya beruntunglah orang – orang yang membersihkan diri (dengan beriman) dan dia berdzikir (ingat) nama Tuhannya, lalu dia sembahyang”



(QS: Al A’laa 14-15)
Sehingga Rasulullah SAW memberi peringatan secara tegas kepada umat - umat’Nya yang tidak bershalawat kepada”Nya dengan bersabda:

“Celakalah bagi mereka yang (mendengar) Aku di sebut di dekatnya dan ia tidak membaca shalawat kepada’Ku, maka dia bukan golongan’Ku dan Aku bukan golongan dia, (lalu Rasulullah SAW bersabda dalam bentuk doa) : “Ya Allah pertemukanlah dengan’Ku orang yang suka berhubungan (bershalawat) kepada’Ku dan putuskanlah (hubungan) orang yang tidak berhubungan (bershalawat) kepada’Ku”



(HR: Anas bin Malik)
Dengan hanya mendengar nama Rasulullah SAW di sebut, kita di perintah untuk bershalawat kepada’Nya, dan barang siapa yang mendengar nama Nabi Besar Muhammad SAW disebut namun tidak bershalawat kepada’Nya mendapat kecaman yakni tidak akan pernah di akui menjadi golongan umat’Nya baik di dunia maupun di yaumil qiyamah, karena termasuk golongan manusia yang bakhil, takabur dan sombong sekaligus tidak hormat dan tidak patuh kepada Rasulullah SAW, sungguh betapa celakanya mereka !.

Maka sangat di sayangkan apabila ada sebagian kecil umat dan ulama tidak bisa memahami akan hal ini, apalagi sampai membuat pandangan dan penilaian yang salah mengenai shalawat, terlebih lagi sampai menistakan shalawat dan berprasangka yang buruk terhadap orang - orang yang bershalawat, padahal ketentuan dan ketetapan hukum bershalawat telah memiliki dasar hukum yang jelas – jelas disyari’atkan didalam islam, yang kesemuanya itu diterangkan didalam Al Qur’an dan termuat didalam Hadist – Hadist sahih juga didukung dengan Ijma’ (kesepakatan hukum) para Alim Ulama, sehingga kecaman bagi mereka yang tidak mengerti akan hal ini di sampaikan langsung oleh Allah SWT, melalui firman’Nya :

“Dan tidak ada (pilihan), bagi seorang mu’min pria dan juga tidak ada (bagi) seorang mu’min wanita, jika Allah dan Rasulullah telah memutuskan perkara bagi mereka akan suatu pilihan dari perkara – perkara itu. Dan barang siapa berbuat maksyiat (mengingkari keputusan) kepada Allah dan Rasulullah, maka ia adalah sesat dengan sejelas – jelasnya sesat”
(QS: Al Ahzab 36)

Ayat tersebut menerangkan bahwa apapun bentuk sebuah ketetapan dan ketentuan hukum dari Allah SWT dan Rasulullah SAW merupakan suatu kewajiban yang harus diterima dan dijalankan oleh hamba – hamba-Nya termasuk hukum bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW, karena ketetapan dan ketentuan hukum tersebut dapat dipastikan akan memberikan manfaat untuk hamba itu sendiri apabila di laksanakan, namun apabila ketetapan dan ketentuan hukum tersebut di langgar, maka sesungguhnya mereka akan mengalami kesesatan yang menyesatkan dan hidupnya akan sia-sia, sehingga akan mendatangkan kerusakan dan kesengsaraan yang teramat pedih.

Dalam suatu hikayah yang termuat didalam hadist sahih menerangkan, bahwasannya di yaumil qiyamah nanti manusia yang paling dekat dengan Rasulullah SAW adalah seorang manusia yang senantiasa memperbanyak Shalawat kepada’Nya SAW, dan dasarnya adalah karena shalawat dapat dijadikan sebagai jalan penghubung (wasilah) untuk senantiasa dapat berhubungan kepada’Nya SAW, sehingga berhak menerima Syafa’at (pertolongan’Nya) baik di dunia maupun di yaumil qiyamah, karena peranan Syafa’at Rasulullah SAW merupakan kunci penentu yang dapat menyebabkan turunnya Rahmat dari Allah SWT, dan sesungguhnya Syafa’at Rasulullah SAW adalah pintu limpahan Rahmat dari Allah SWT. Jika demikian apabila dengan bershalawat mempunyai niatan mengharap Syafa’at dari Rasulullah SAW sama juga halnya dengan telah mengharap rahmat dari Allah SWT.

Sedangkan alasan utama yang menjadikan sebab kenapa dengan memperbanyak bershalawat dapat menjadikan dekat hingga dapat bersama Rasulullah di dunia maupun di yaumil qiyamah adalah sebagaimana yang dikatakan seorang Ulama tersohor dan Guru besar Ibnul Qayyim RA, Beliau berkata bahwa melalui bershalawat disamping dapat memupuk kelestarian cinta kepada Nabi Besar Muhammad SAW, pada sisi yang lain melalui bershalawat juga dapat menjadikan sebab si pembaca Shalawat mengenal, hingga beriman kepada Rasulullah SAW dengan sebenar-benarnya Iman, sehingga tumbuhlah kwalitas ketaatan dan kepatuhan terhadap sunah – sunah’Nya.

Pada keterangan hadist sahih juga menerangkan bahwasannya setiap seratus Shalawat yang dibaca umat Nabi Besar Muhammmad SAW akan dibalas oleh Allah SWT dengan mendatangkan 30 macam hajat kebaikan untuk di dunia, serta 70 macam hajat kebaikan untuk di akherat. Maha Suci Allah dengan segala ketentuan dan kekuasaan-Nya, yang telah meridloi Shalawat sebagai jalan wasilah (perantara) hamba-Nya untuk mendapatkan kenikmatan serta kesempurnaan akan Rahmat – Rahmat-Nya, Maha benar Allah SWT dengan segala Sifat dan Dzat-Nya.

Rasulullah SAW bersabda :

“Perbanyaklah membaca Shalawat kepada’Ku, karena Allah telah menugaskan Malaikat dimakam’Ku, maka jika ada seorang hamba dari umat’Ku membaca Shalawat kepada’Ku, maka malaikat tersebut akan berkata : wahai (Nabi) Muhammad kusampaikan kepada’Mu bacaan Shalawat dari fulan bin fulan”
Melalui dasar hadist sahih tersebut, menerangkan bahwa sebenarnya Allah SWT telah menciptakan Malaikat khos (khusus) yang bertugas menyampaikan setiap bacaan Shalawat yang kita baca untuk disampaikan langsung kepada Rasulullah SAW, seraya berkata “Wahai (Nabi) Muhammad sesungguhnya Fulan bin Fulan telah bershalawat kepada’Mu” sehingga Rasulullah SAW berkenan menerima Shalawat yang kita baca tersebut, dan kemudian sebab dari bacaan shalawat yang kita baca tadi Rasulullah SAW membalasnya dengan memohon Rahmat serta kebaikan kepada Allah SWT untuk diri kita sekaligus untuk kedua orang tua kita, Subhanaalloh, keterangan tersebut memiliki pengertian sesungguhnya dengan bershalawat memiliki keistemewaan dan keutamaan sama halnya telah memberikan amal kebaikan untuk kedua orang tua kita (sebagai amal jariyah), maka dengan semakin memperbanyak shalawat sama juga semakin memperbanyak amal kebaikan orang tua kita.

Dalam ringkasan hikayah hadist sahih, seorang Sahabat Ubay bin Ka’ab RA berkata, “jika waktu seperempat malam sudah lewat, aku melihat Rasulullah berdiri dan berkata : Wahai manusia berdzikirlah kepada Allah, dan ingatlah Allah. Akan datang ar-Raajifah (tiupan terompet pertama pada hari qiyamat) yang diikuti dengan datangnya ar-Raadifah (tiupan terompet kedua) dan akan datang kematian dengan membawa segala peristiwa (dahsyat) kematian”. Aku Ubay bin ka’ab berkata : “wahai Rasulullah, aku selalu memperbanyak Shalawat kepada’Mu, lalu berapa banyak lagi aku harus membaca Shalawat kepada’Mu”. Rasulullah’pun menjawab : “Terserah kamu”. Aku bertanya lagi : “seperempat”. Rasulullah menjawab : “Terserah kamu, jika kamu menambah itu lebih baik”. Aku Ubay bin ka’ab bertanya lagi : “dua pertiga”. Rasulullah menjawab : “ Terserah kamu, jika kamu menambah itu lebih baik”. Lalu aku Ubay bin Ka’ab berkata: “akan aku jadikan doa – doaku setiap hari dan seluruhnya hanya bershalawat kepada’Mu wahai Rasulullah”. Dan Rasulullah SAW bersabda : “Jika begitu, Allah akan menghapus dan menghilangkan kesedihanmu, serta mengampuni dosa – dosamu”

Adakah alasan yang paling tepat untuk tidak bershalawat atau menolak shalawat, setelah dasar hukum bershalawat termasuk manfa’atnya tersebut telah disyari’atkan didalam agama Islam, sungguh tidak ada kata lain terkecuali hanyalah orang – orang yang nantinya akan ditimpa kerugian dan penyesalan, karena telah mengingkari firman Allah SWT dan tidak mentaati Sunah Rasulullah SAW, serta beruntunglah bagi mereka yang telah mendapat Hidayah (petunjuk) dari Allah SWT yakni bagi mereka yang telah mengetahui dasar hukum serta hikmah Shalawat sehingga senantiasa bershalawat kepada Nabi Besar Muhammad SAW, dengan harapan dapat meraih kedudukan iman yang sempurna dihadapan Allah SWT, yang puncaknya dapat merasakan ketentraman serta kebahagiaan hidup hingga mendapat kesempatan meraih keselamatan baik didunia maupun di akherat. Amin Al Fatihah…


SHALAWAT MAKTSURAH
DAN SHALAWAT GHAIRU MAKTSURAH


Ada berbagai macam dan ragam susunan Shalawat, yang mungkin saat ini jumlahnya sudah ribuan, sehingga para Amirul mu’minin (alim ulama / pemimpin / tokoh umat) mengambil keputusan (kesepakatan), berbagai macam dan ragam susunan shalawat tersebut di bedakan menjadi dua kategori, yakni Shalawat Maktsurah dan Shalawat Ghairu Maktsurah.

Shalawat Maktsurah adalah shalawat yang redaksi susunannya dituntunkan langsung oleh Rasulullah SAW, salah satu di antaranya berbunyi: “Allahumaa shali ‘ala Muhammad wa ‘ala ‘ali Muhammad”, Dan contoh shalawat maktsurah yang di ajarkan oleh Rasulullah SAW, bisa di dapati dalam bacaan shalat pada Attahiyat terakhir, yang lebih di kenal dengan nama Shalawat Ibrahimiyah.

Namun oleh para Sahabat Rasulullah SAW, setelah wafatnya Nabi Besar Muhammad SAW bacaan shalawat yang kalimahnya langsung menjurus nama “Muhammad” dalam susunan Shalawat Maktsurah, di tambahi dengan kalimah “Sayidina Muhammad” (Duhai Pemimpin kami Muhammad), yang sebelumnya “Allahuma shali ‘ala Muhammad “ menjadi “Allahuma shali ‘ala Sayidina Muhammad”, langkah tersebut di ambil sebagai tanda penghormatan sekaligus pernyataan para sahabat’Nya yang mengakui kedudukan Beliau Rasulullah SAW, sebagai Sayidul Anbiya Wal Mursalin (Pemimpin para Nabi dan para Rasul), sekaligus pemimpin bagi seluruh keturunan Nabi Adam AS, sebagaimana Beliau bersabda:

“Aku adalah Sayyid (Pemimpin) bagi anak cucu adam, dan tidak membanggakan diri”

(HR: Imam Ahmad dan Tirmidzi)

Penghormatan kepada Beliau Rasulullah SAW memiliki dasar hukum yang kuat untuk dipraktekan setiap saat, karena hakekatnya berdasar pada hadist sahih di atas sesungguhnya Nabi Besar Muhammad SAW adalah Sayyid (pemimpin) seluruh umat, karena berasal dari bimbingan dan petunjuk Beliaulah umat manusia dapat selamat dari segala unsur kerusakan dan kejahiliyahan, bahkan dengan perantara Rasulullah SAW pada akhirnya umat manusia dapat memeluk agama islam sehingga beriman kepada Allah SWT, sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab Sa’adatud Daroini, seorang ulama besar Beliau Syekh Abul Abas At Tijani RA berkata “sesungguhnya menyebut Rasulullah SAW dengan kalimah Sayyid (Siyaadah) itu ibadah”. Dan di dalam kitab suci Al Qur’an, Allah SWT juga menegaskan :

Janganlah kamu jadikan panggilan untuk para Rasul (Muhammad) diantara kamu, seperti panggilan sebagian kamu kepada yang sebagian lagi (yang lain)”



(QS : Annur 63)
Jelaslah sudah pada keterangan ayat di atas, Allah SWT menegaskan bahwa menghormati, memuji atau memanggil Nabi Besar Muhammad SAW dengan adab serta tata krama yang baik dan benar merupakan kewajiban yang harus dijalankan oleh setiap umat, meskipun ada keterangan dalil yang mengatakan bahwa Beliau tidak berkenan di panggil Sayyid, merupakan bukti sikap rendah hati Beliau yang mencerminkan ketinggian akhlaq dan keluhuran budi pekerti yang tidak membanggakan diri, dan sepantasnya dalam perbedaan pendapat antara penambahan “Sayidina” di kalangan ulama tidak perlu di perdebatkan, apalagi penambahan “Sayidina” mempunyai dasar sebagaimana keterangan dalil sahih di atas.

Shalawat Ghairu Maktsurah adalah Shalawat yang redaksi susunan Shalawatnya di susun oleh para Sahabat, para Tabi’in, para Shalikhin, para Auliya’illah, para alim atau para ulama. Yang dalam hal ini penyusun Shalawat Ghairu Maktsurah tersebut lebih banyak di kenal dengan sebutan Mu’alif Shalawat (Penyusun Shalawat). Memang tidak mudah menyusun Shalawat, dan tidak semua para mu’min di beri kemampuan untuk dapat menyusun Shalawat. Dalam pandangan disiplin ilmu tasawuf oleh beberapa ulama sufi mengatakan bahwa rata – rata mereka para Mualif (Penyusun Shalawat) telah memiliki tingkatan maqam ma’rifat (kedudukan iman) yang istimewa di hadapan Allah SWT wa Rasulullah SAW, dan adapula yang mengemukakan pendapat bahwasannya seorang Mu’alif Shalawat termasuk seorang hamba yang memiliki salah satu dari tanda – tanda sebagai Minjumlatil Auliya’illah wa Qolbil Arif Billah (waallahu’alam). Namun kesemuanya yang dilakukan oleh seorang Mu’alif Shalawat semata – mata hanya untuk mengharap Rahmat dan Ridlo dari Allah SWT serta mengharap Syafa’at yang sempurna dari Rasulullah SAW, sebagi jalan untuk menyelamatkan dirinya juga untuk menyelamatkan orang – orang yang telah mengamalkan susunan Shalawat yang telah dita’lifnya.

Menyusun Shalawat ataupun memperbagus susunan bacaan shalawat merupakan salah satu sunah ibadah yang di tuntunkan oleh Rasulullah SAW, dalam sabda’Nya :

“Barang siapa bershalawat (menyusun / menaklif shalawat) kepada’Ku di dalam suatu kitab, maka para malaikat tidak henti – hentinya memohonkan ampun baginya selama nama’Ku masih berada di dalam kitab tersebut”



(HR: Tabrani dari Abu Hurairoh)
Yang dimaksud “bershalawat kepada’Ku di dalam suatu kitab” dapat di artikan menyusun Shalawat atau dengan istilah lain adalah memuji kedudukan dan derajat Beliau yang mulia disisi Allah SWT yang kemudian dituangkan didalam suatu kitab, dan hal tersebut menurut dasar hadist sahih di atas dibenarkan, sehingga Rasulullah SAW menjelaskan kebaikan serta keutamaannya.

Pada Hadits sahih yang lain, Rasulullah SAW juga bersabda :

“Ketika kamu sekalian membaca shalawat kepada’Ku, maka perbaguslah (susunan) bacaan shalawatmu itu, karena Sesungguhnya kamu sekalian tidak mengerti sekiranya hal tersebut di perlihatkan kepada’Ku”



(HR: Dailami dari Ibnu Mas’ud)
Berdasar dua hadist sahih di atas, “Barang siapa bershalawat kepadaku didalam suatu kitab”, termasuk Kalimah “Perbaguslah (susunan) bacaan shalawatmu itu” yang didukung dengan firman Allah SWT pada QS : Al Ahzab 56 “Sampaikanlah salam dengan sebaik – baiknya kepada’Nya” merupakan beberapa dasar Hukum Syariat yang di jadikan pedoman bagi setiap Mua’aliif (Penyusun Shalawat) dalam menyusun Shalawat.

Hampir rata- rata Shalawat ghairu Ma’tsurah memiliki bait - bait panjang, kalimahnya indah dan begitu menyentuh, Karena tidak jarang pada proses penyusunannya di sertai dengan dzaukiyah (getaran jiwa), Syauk (rindu yang mendalam) dan Mahabah (ungkapan Cinta) terhadap Rasulullah SAW. Dan pada sisi yang lain beberapa Mu’alif juga menuangkan hajat khusus berupa doa dan munajat yang kemudian di padukan menjadi satu pada susunan shalawat tersebut.

Sebagaimana dulu ketika Beliau Sayyidina Ali RA, saat merasakan rindu yang mendalam terhadap Rasulullah SAW, Beliaupun menyusun Shalawat sebagai tanda penghormatan sekaligus ungkapan rindu dan cintanya kepada Rasulullah SAW, sehinga pada saat susunan Shalawat itu di baca, Beliaupun meneteskan air mata, dan hal itu di lakukan oleh beberapa sahabat Rasulullah SAW termasuk istri Beliau Sayidah Aisyah RA ketika itu.

Adapun Shalawat Ghairu Maktsurah hingga saat ini jumlahnya mungkin sudah ribuan dan tak terhitung lagi, salah satu contoh Shalawat Ghairu Maktsurah yang sudah umum di kenal dan di amalkan umat masyarakat adalah shalawat Nariyah, shalawat idroq, shalawat Badar, shalawat Ghazali, Barzanji Maulid Nabi, Shalawat Fatih, shalawat Tibul qulub, shalawat wahidiyah, shalawat munjiyat, shalawat dalam susunan Tahlil dan masih banyak lagi.

Setiap Shalawat Ghairu Maktsurah di karunai manfaat dan fadilah yang berbeda – beda, semuanya memiliki nilai keunggulan tersendiri apabila di amalkan, sedangkan istilah atau nama untuk Shalawat yang telah berhasil di susun, ada yang di ambil dari suatu peristiwa yang berhubungan dengan Mualif pada waktu menyusun Shalawat, ada juga yang di ambil dari inti hajat dan tujuan shalawat tersebut di susun, ada juga pemberian istilah atau nama untuk shalawat tersebut di tentukan dari hasil riyadloh, munajat dan istikharoh ruhaniyah (menempuh jalan spiritual batin) seorang Mu’alif.

Semoga dengan penjelasan yang di sertai dalil – dalil Al Qur’an dan Hadits sahih berikut di dukung ijma’ para ulama dan pandangan para cendikiawan muslim di atas, dapat di jadikan pedoman untuk menilai serta memahami dasar Hukum dan Hikmah secara kompleks tentang keberadaan Shalawat Maktsurah maupun Shalawat Ghairu Maktsurah, yang kedua – duanya memiliki tujuan dan fungsi yang sama, apabila di pandang dari sisi manfaat dan keutamaan shalawat tentunya bershalawat kepada Rasulullah SAW adalah tugas serta kewajiban bagi setiap muslim, terutama bagi mereka yang menghendaki derajat kemuliaan serta kesempurnaan iman di hadapan Allah SWT.

MENYEMPURNAKAN IMAN
DENGAN MENCINTAI RASULULLAH SAW

Di dalam beberapa Firman-Nya Allah SWT memuji serta memuliakan utusan-Nya Nabi Muhammad SAW dengan memangil dan menyebut Beliau sebagai Kekasih-Nya, yang memiliki pernyataan dan maksud bahwa Allah SWT telah menempatkan Beliau SAW sebagai Hamba sekaligus Utusan-Nya yang paling dicintai, adapun ketentuan serta kewajiban mencintai Rasulullah SAW telah disampaikan langsung oleh Allah SWT didalam kandungan Ayat - Ayat suci Al Qur’an, melalui firman-Nya :




“Dan tidak selayaknya (tidak pantas) bagi mereka lebih mencintai diri mereka (sendiri) daripada mencintai Rasul (Muhammad SAW)”



QS: at-Thaubah 120
Melalui dasar Firman Allah SWT di atas, merupakan dasar hukum sahih akan kewajiban seorang hamba yang beriman mencintai Rasul-Nya (Nabi Muhammad SAW) dan tidaklah layak juga tindak pantas bagi mereka para kaum muslimin yang mengaku beriman kepada Allah SWT namun tidak mencintai Rasulullah SAW, sehingga Rasululullah SAW bersabda :

“Demi Allah, demi dzat yang menguasai jiwa’Ku, iman kamu (sesungguhnya) belum sempurna sampai kamu mencintai’Ku lebih daripada kecintaan kamu terhadap dirimu sendiri”
HR : Bukhari Muslim

Bahkan mungkin kita sudah sering mendengar seruan hadist sahih yang lain akan kewajibkan mencintai Rasulullah SAW, namun pada kenyataannya kenapa tidak meninggalkan dampak yang nyata bagi mereka yang telah mendengarkannya, padahal keterangan hadist sahih tersebut memberikan penjelasan yang nyata bahwa iman seseorang tidak akan sempurna apabila mereka lebih mencintai diri mereka sendiri dibanding mencintai Rasulullah SAW, dan tidak pantas bagi siapapun mengaku telah beriman namun lebih mencintai dirinya sendiri dibanding mencintai Nabinya sebagai Nabi pembawa Cahaya Al Qur’an yang suci sekaligus pembawa Rahmat bagi seluruh alam. Dan Rasulullah SAW memperkuat Hadist’Nya lagi dengan bersabda :

“Tidaklah sempurna iman seseorang sehingga Aku lebih dicintainya dari pada anak dan orang tuanya serta semua orang”



R: Bukhari Muslim dari Anas RA
Mencintai Nabi Besar Muhammad SAW sebagai utusan yang membawa risalah dan wasilah Islam sebagai agama yang penuh rahmat dari Allah SWT untuk seluruh penjuru alam, merupakan ketentuan dan ketetapan yang harus dijalani sekaligus wajib dimiliki oleh setiap umat muslim, apalagi ketentun serta ketetapan hukum tersebut memiliki dalil sahih yang telah difirmankan Allah SWT di dalam Al Qur’an dan diperkuat dengan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan dalam beberapa dalil hadist sahih.

Hakekat Iman adalah kebenaran akan sebuah kesaksian sehingga sungguh – sungguh telah bersaksi (ber-Musyhadah) yang kemudian tunduk dan patuh kepada yang di imani, maka hakekat cinta adalah frekwensi dari sebuah kesaksian tersebut , bila iman adalah Ruh maka cinta adalah sebuah energi yang dihasilkan dari ruh keimanan, Iman dan cinta saling memiliki keterikatan hubungan yang sangat dekat dan permanen (hubungan tetap dan utuh) seperti degup jantung yang menghasilkan nafas. Rasulullah SAW telah memberikan definisi barometer (ukuran hakikinya) cinta kepada-Nya yakni dengan menyerahkan segala totalitas hidup dan pengabdian hanya kepada’Nya yang memiliki kedudukan sebagai penyelamat umat serta pemimpin bagi seluruh kaum tanpa terkecuali, yang mengandung maksud berarti mencintai Rasulullah SAW sama dengan telah Tuduk, Patuh, Hormat dan Mentaati segala ketentuan akan ajaran - ajaran ’Nya, sekaligus menerima segala bentuk keputusan’Nya. Sikap Tunduk, Patuh, Hormat dan menta’ati Rasulullah SAW dapat dinisbatkan (dihubungkan pada jalur kebenaran hukum) sama halnya telah Tunduk, Patuh, Hormat dan menta’ati yang mengutus’Nya yakni kepada Allah SWT, karena setiap ketentuan perintah atau keputusan hukum berikut ajaran yang dimunculkan Rasulullah SAW dapat dipastikan sebagai wujud kebenaran pancaran wahyu yang diterima dari Allah SWT, kesimpulannya bahwa hakekat perintah Rasulullah SAW adalah perwujudan perintah dari Allah SWT, dan perintah Allah SWT sangan erat kaitannya dengan keberadaan Rasulullah SAW yang memiliki kedudukan mewujudkan perintah tersebut. Maka garis besarnya beriman kepada Rasulullah SAW sama dengan telah beriman kepada Allah SWT, dan barang siapa mencintai Rasulullah SAW berarti telah mencintai Allah SWT yang mengutus’Nya, dan sebaliknya barang siapa tidak mencintai Rasulillah SAW berarti telah mengingkari Allah SWT, semoga kita semua diselamatkan dari golongan orang – orang yang kufur. Rasulullah SAW bersabda :

“Siapa saja yang memiliki tiga sifat ini, akan merasakan manisnya iman (ma’rifat), yaitu:(1) Mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi segala – galanya (2) Mencintai seseorang hanya karena Allah (3) Enggan untuk kembali kafir (berbuat maksiyat) setelah diselamatkan Allah, sebagaimana enggan apabila dirinya dilemparkan kedalam neraka”



HR: Bukhari Muslim
Salah satu alasan utama kenapa kita harus mencintai Rasulullah SAW adalah disamping karena perintah yang telah diwajibkan dan digariskan dalam Hukum syari’at Islam, pada alur bahasan yang lain adalah karena di dalam berbagai sabda’Nya Rasulullah SAW telah memberikan pernyataan bahwa Beliau SAW sangat mencintai umat – umat’Nya, sehingga Allah SWT didalam firman-Nya memberikan kedudukan derajat yang Mulia dengan menyebut Beliau Rasulullah SAW sebagai sang “Rauufurrahim” (hamba yang sangat berkasih sayang), maka sangatlah wajar apabila umat’Nyapun mencintai’Nya serta menyayangi’Nya.

Renungkanlah, Seandainya tidak ada Rasulullah SAW maka kita akan hancur dan binasa dikarenakan hidup dalam kejahiliyahan sekaligus bergelimang dalam kemaksiyatan, sehingga mati dalam kekafiran sehingga dihukum, dirajam bersama Iblis laknatullah dalam bejana neraka jahanam yang mengerikan Naudzubillah. Karena atas jasa dan perjuangan Rasulullah SAW pada akhirnya kita dapat mengetahui jalan yang lurus dan terang hingga dapat memiliki Islam sebagai agama yang khaq sekaligus beriman kepada Allah SWT sehingga dapat selamat dari segala bentuk balak dan siksaan api neraka jahanam, dan atas petunjuk serta seruan Beliau Rasulullah SAW pada akhirnya kita tidak terperdaya oleh segala bentuk bujukan rayuan setan yang terkutuk. Maka tidak bisa dipungkiri lagi bahwasannya cinta kepada Beliau Rasulullah SAW adalah kebutuhan pokok hidup serta kewajiban yang harus dititahkan bagi mereka yang mengaku dan ingin di akui sebagai umat Nabi Besar Muhammad SAW, lalu bagaimana caranya untuk kita akan bisa menempuh maqom iman dengan Mahabaturrasul (cinta kepada utusan-Nya) tersebut, padahal maqom tersebut telah diajarkan serta dimiliki oleh para Ariful Billah Minjumlatil Auliya’ illah (makamnya para Wali – waliyullah kelas tinggi yang telah berma’rifat dan bermusyhadah secara khaq) kepada Allah SWT wa Rasulullah SAW.

Beliau Siti Aisyah RA berkata, termaktub didalam kitab Al Jaami’ish Shaghiiri :

“Barang siapa cinta kepada Allah SWT maka dia banyak menyebut – nyebutNya, dan buahnya Allah SWT akan mengingat dia dengan memberikan rahmat serta ampunan kepadanya, juga memasukkannya kedalam sorga bersama dengan para Nabi dan para wali bahkan memberi kehormatan pula kepadanya dengan bisa melihat keindahan Allah SWT atas Ridlo-Nya, dan barang siapa cinta kepada Nabi Muhammad SAW maka dia memperbanyak membaca Shalawat kepada’Nya SAW, dan buahnya dia akan mendapat Syafa’at dan bersama’Nya didalam sorga”

Petuah bermanfa’at yang dapat kita ambil dari ungkapan Beliau Siti Aisyah RA sebagai Isrti Nabi besar Muhammad SAW yang dijamin secara legal termasuk golongan ahli sorga, adalah “barang siapa cinta kepada Nabi Muhammad SAW maka dia memperbanyak membaca shalawat kepada’Nya” merupakan salah satu pedoman yang dapat dijadikan landasan, bahwa untuk menggapai cinta kepada Rasulullah SAW dapat ditempuh dengan jalan memperbanyak bershalawat kepada’Nya, karena disamping shalawat memiliki arti sebagai ungkapan cinta dan tanda penghormatan serta pengakuan akan kedudukan Beliau yang Mulia, pada sisi yang lain hakekatnya Shalawat memiliki fungsi sebagai perantara (wasilah) yang dapat menghubungkan umat untuk berhubungan dengan Rasulullah SAW, karena setiaap bacaan shlawat yang telah dibaca akan diterima Rasulullah SAW sebagai Shakhibus Shalawat (Hamba yang memiliki hak otoritas dari Allah SWT, dapat menerima secara langsung bacaan Shalawat yang telah dibaca), sehingga semakin banyak bershalawat akan semakin banyak pula peluang kita dapat berhubungan dengan Rasulullah SAW. Apabila Golongan Ahli Sorga Beliau Siti Aisyah RA telah mengungkap hal tersebut apakah kita akan meragukannya !, yang padahal kita sendiri belum jelas termasuk golongan ahli sorga atau bukan !, dan semoga kita termasuk golongan yang senantiasa mengikuti jejak para golongan Ahli sorga tersebut. Amin

Salah satu faktor pendukung utama, riwayat sahih akan perihal cinta kepada Rasulullah SAW yang dapat menyebabkan keselamatan baik dunia maupun akherat telah diterangkan dalam suatu riwayat hadist sahih. Ketika itu datanglah seorang pemuda Arab badui menemui Rasululllah SAW dan bertanya “Wahai Rasulullah, kapan datangnya hari qiyamat”, kemudian Rasulullah SAW balik bertanya kepada pemuda tadi, “wahai pemuda, apa yang telah kamu persiapkan untuk hari qiyamat”, pemuda itupun menjawab “Ya Rasulullah… aku telah mencintai Allah SWT yang mengutus’Mu, dan aku telah mencintai’Mu Ya Rasulullah…”, lalu Rasulullah SAW bersabda : “kamu akan bersama’Ku, karena kamu bersama dengan orang yang kamu cintai”. Dan pada keterangan riwayat hadist sahih yang lain dari Anas bin Malik RA, Rasulullah SAW bersabda :

“Barang siapa cinta kepada sunah – sunah’Ku (termasuk bershalawat kepada’Nya SAW) maka sungguh dia cinta kepada’Ku, dan barang siapa cinta kepada’Ku maka dia akan bersama’Ku didalam sorga”
Pada hikayah yang lain dalam Riwayat hadist sahih diceritakan. Sebelum Rasulullah SAW berkotbah diatas mimbar, dulu Beliau berkotbah dengan berpijak diatas sebatang pohon korma, namun setelah Beliau berkhotbah dengan menggunakan mimbar, Beliaupun tidak menggunakan batang korma tadi, atas kehendak Allah SWT batang korma tadipun merasa ditinggalkan Nabi Besar Muhammad SAW, suatu hari batang korma tersebut menjerit dan menangis sehingga Rasulullah SAW mendengar tangisan dan jeritan batang korma tersebut, kemudian Rasulullah SAW mendekat dan berpijak lagi diatasnya, seraya berkata kepada sahabat – sahabat’Nya “Seandainya kalian tahu (kenapa korma ini menagis), sungguh korma ini akan merindukanku hingga hari qiyamat”. Subhanaalloh… ketika Imam Hasan Al-Bashri mendengar hadist ini, sepontan menangis dan jatuh tersungkur lemas, gemetar dan tak berdaya, sambil berkata, “Ia hanyalah sebatang pohon kayu, namun ia mencintai dan merindukanmu Yaa Rasulullah, dan seharusnya kami yang lebih pantas mencintai serta merindukan’Mu, wahai Rasulullah…”

“Makna dari sebuah cinta adalah setiap waktu memohon dan berharap dapat bertemu dengan kekasih yang dicintainya, dan puncaknya dapat hanyut, lebur serta tenggelam dalam lautan cintanya sehingga tidak dapat bergerak terkecuali atas kekuatan cinta yang didapatkan dari pancaran cinta kekasihnya, Sampai pada batas totalitas menjaga kesetian cintanya dengan menyerahkan semua kehidupannya kepada yang dicintainya, meski harus berjuang dan terus berkorban, sekalipun cintanya tersebut dapat menyebabkan kebinasaan, dan mereka itulah para pecinta sejati yang nantinya dapat merasakan lezatnya iman dengan kebahagiaan yang hakiki, karena telah bersama dan bertemu dengan sosok Sang Pecinta Sejati (Rasulullah SAW)” (Mu’alif Shalawat Syafa’ah)
Layakkah seorang insan mengaku cinta namun tidak mengenal siapa yang di cintainya, berkata akan mentaati namun tidak ada bukti akan ketaatannya, ingin memiliki iman dan islam hingga menjelang ajal namun tidak mengenal siapa yang pertama kali mengajarkan iman dan islam tersebut, sungguh celakalah mereka semua yang belum menyadari akan semua itu, hingga hanya sibuk mengurusi hawa nafsu dunia, apalagi sampai menyombongkan diri dengan ilmu – ilmunya, sehingga melupakan cintanya kepada sang Syafiul umam (penolong umat), padahal hanya dibawah naungan Nabi Besar muhammad SAW nantilah, semua umat manusia dapat diselamatkan dari segala unsur kerusakan sehingga dapat terbebas dari bentuk siksaan api neraka jahanam melalui syafa’at’Nya yang Agung atas Ridlo serta Rahmat dari Allah SWT.



HAKEKAT SYAFA’AT ADALAH LIMPAHAN RAHMAT

Menurut kajian bahasa makna sesungguhnya dari kata Syafa’at adalah pertolongan, sedangkan pengertian Syafa’at (pertolongan) Rasulullah SAW adalah sebuah jalan penyelamatan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap kaum - kaum’Nya atas dasar telah mendapatkan idzin serta Ridlo dari Allah SWT. Beberapa ahli tafsir Al Qur’an dan para Alim Ulama yang berpredikat sebagai Salaf Saleh telah mengemukakan pendapat bahwa sesungguhnya Syafa’at Rasulullah SAW (pertolongan’Nya) memiliki kedudukan sebagai washitah atau washilah (jalan perantara untuk menggapai Ridlo serta Rahmat dari Allah SWT), yang berarti Hakekat Syafa’at Rasullillah SAW adalah bentuk limpahan Rahmat serta Ridlo dari Allah SWT, pernyataan tersebut sesuai dengan Firman-Nya :

“Dan tiada Aku (Allah meridloi) mengutus Engkau (wahai Muhammad), melainkan sebagai pembawa Rahmat (pemberi Syafa’at serta kasih sayang) bagi seluruh alam”



QS: Al Anbiya’ 107
Meminta pertolongan selain kepada Allah SWT hukumnya Syirik dan dosa Syirik tidak akan terampuni, karena segala bentuk pertolongan datangnya hanya dari Allah SWT sebagai dzat yang Maha penolong, namun praktek meminta Syafa’at (pertolongan) Rasulullah SAW tidaklah sama seperti pendapat beberapa ulama yang telah berani menyatakan bahwa “Meminta Syafa’at (pertolongan) kepada Rasulullah hukumnya syirik, karena Rasulullah hanyalah makhluq biasa dan telah wafat dan jasadnya telah terkubur tanah” , Subhanaaloh semoga ulama tersebut mendapatkan Hidayah dari Allah SWT melalui Syafa’at dari Rasulullah SAW.

Meminta Syafa’at kepada Rasulullah SAW bukan berarti telah menempatkan Beliau sebagai sang Maha penolong dan dapat menolong siapapun juga dengan sekehendak’Nya tanpa ada hubungan vertikal dengan Allah SWT, akan tetapi kedudukan Ke-Rasulan Beliau dengan membawa misi sebagai Utusan Pemberi Syafa’at sehingga dapat men’Syafa’ati (menolong) umat’Nya tersebut merupakan tugas yang telah dirisalahkan (diberikan) dan ditetapkan garis kebenarannya oleh Allah SWT sendiri melalui firman’Nya : bahwa Nabi besar Muhammad SAW diutus sebagai “Pembawa Rahmat (pemberi Syafa’at serta kasih sayang) bagi seluruh alam” ( QS Al Anbiya’ 107). Yang berarti hakekat Syafa’at Rasulullah SAW adalah pintu limpahan Rahmat dari Allah SWT.

Kembali dijelaskan bahwa sesungguhnya Syafa’at Rasulullah SAW memiliki kedudukan sebagai washitah atau wasilah (jalan perantara) yang dapat menghubungkan antara peminta Rahmat (seorang Hamba) dengan Sang pemberi Rahmat (Allah SWT). Maka pengertian pertolongan Rasulullah SAW memiliki fungsi sebagai penyambung (wasilah) atau sebagai pintu yang terbuka lebar bagi setiap umat sehingga mendapat kemudahan mendapat Rahmat dari Allah SWT, dan keterangan tersebut sesuai dengan berfirman Allah SWT :

“Hai orang – orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan carilah jalan (wasilah / perantara) yang mendekatkan kepada-Nya (sehingga mendapat Rahmat-Nya), dan berjuanglah dijalan Allah supaya kamu menjadi orang – orang yang beruntung”
QS : Al-Maidah 35

Sebagaimana yang telah diketahui oleh seluruh kaum muslimin yang beriman, bahwasannya Allah SWT telah berfirman dalam sebuah Hadist Qudsi riwayat sahih yang menyatakan “jika tidak karena engkau (wahai Muhammad), Aku (Allah) tidak akan menciptakan semua ini (seluruh alam jagad raya semesta seisinya)”. Maka ketetapan Allah SWT tersebut merupakan pedoman utama yang memberikan dasar kebenaran jika saja bukan karena Beliau Nabi Besar Muhammad SAW pastilah tentu Allah SWT tidak akan memberikan Rahmat ataupun pertolongan’Nya kepada kita, termasuk Nikmat iman dan islam inipun dapat kita miliki atas dasar karena peranan dan adanya Rasulullah SAW. Dan disinilah letak kedudukan beliau Rasulullah SAW sebagai pemberi Syafa’at sekaligus pembawa Rahmat bagi seluruh alam, yakni seorang utusan yang menjadi sebab turunnya berbagai Rahmat dan Nikmat dari Allah SWT, termasuk keselamatan di dunia maupun di akherat.

Berdasarkan penjelasan melalui dasar hukum dan dalil yang sahih diatas, dapat disimpulkan apabila didapati seorang insan berkata tidak butuh Syafa’at apalagi sampai memberikan tudingan meminta Syafa’at Rasulullah SAW adalah Syirik sama halnya seorang insan tersebut tidak mengakui Nabi besar Muhammad SAW sebagai Pemberi Syafa’at sekaligus Pembawa Rahmat bagi Seluruh alam, yang berarti sama dengan ia tidak membutuhkan Rahmat dari Allah SWT, Naudzubillah… seorang manusia yang takabur dan sombong karena telah mengingkari ketentuan Allah SWT dan semoga kita semua bukan bagian dari golongan manusia tersebut. Padahal secara jelas Allah SWT memerintahkan kepada seluruh umat manusia agar senantiasa mengharap Rahmat-Nya melalui syafa’at dari Rasulullah SAW, dengan berfirman :

“Katakanlah !, wahai hamba – hamba-Ku yang melampui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari Rahmat Allah (melalui syafa’at Nabi SAW)”
QS : Az-Zumar 53

Semoga kita tidak putus asa dan tidak henti – hentinya mengharap syafa’at dari Rasulullah SAW, sehingga tidak tergolong sebagai menusia yang ingkar dan melampui batas.

Ketahuilah sesungguhnya mengharap Syafa’at kepada Rasulullah sama dengan telah mengharap Rahmat kepada Allah SWT, dan hukum perintah mengharap Rahmat kepada Allah SWT adalah wajib bagi kaum muslimin, yang berarti mengharap Syafa’at kepada Rasulullah SAW merupakan perilaku ibadah yang memiliki nilai ukuran yang sangat istemewa, karena sama dengan telah mengakui dan beriman kepada Rasulullah SAW sebagai Rasul-Nya yang memiliki kedudukan derajat dan pangkat sebagai Rahmatanlil’alamin (Pembawa Rahmat bagi seluruh alam).

Ada beberapa ulama yang berpendapat bahwasannya Syafa’at dari Rasulullah hanya akan didapat nanti ketika di yaumil qiyamah, namun pendapat ulama tersebut dianggap lemah karena telah berseberangan dengan Firman Allah SWT (QS: Al Anbiya 107), yang mengungkap fakta bahwa kedudukan Rasulullah SAW (sebagai pembawa Rahmat bagi seluruh alam) meliputi seluruh kejadian alam, yang dimaksud dengan seluruh kejadian alam adalah alam dunia yang meliputi alam dunia seisinya, dan alam akherat yang meliputi hari akhir (qiyamat) hingga hari pembalasan, dan peranan Rasulullah SAW sebagai pembawa Rahmat (pemberi Syafa’at) bagi seluruh alam telah mencakup dua alam yakni alam di dunia maupun alam di akherat. Sehingga Rasulullah SAW bersabda :

“Hidup’Ku adalah kebaikan bagi kamu sekalian, dan kematian’Ku pun kebaikan bagi kamu sekalian. Adapun hidup’Ku (melalui Syafa’at’Ku) maka Aku memberikan tuntunan berbagai sunah kepada kamu sekalian dan mengajarkan berbagai macam Syari’at kepada kamu sekalian. Sedangkan kematian’Ku (melalui syafa’at’Ku) sesungguhnya amal – amal kamu sekalian akan diperlihatkan kepada’Ku. Maka apa saja yang Aku lihat dari padanya kebaikan, Aku memuji kepada Allah atas kebaikan itu, dan apabila yang aku lihat suatu keburukan (amal) darinya, maka Aku (melalui Syafa’atku) memohonkan ampun (serta Rahmat) kepada Allah bagi kamu sekalian”
HR: Bazzar dari Abdullah bin Mas’ud dengan sanad yang sahih


Keterangan hadist sahih di atas telah memberikan keterangan yang sangat jelas, bahwa peranan Syafa’at (pertolongan) Rasulullah SAW sebagai pembawa Rahmat bagi seluruh alam telah meliputi segala unsur kehidupan, baik semasa Beliau masih hidup ataupun sesudah Beliau wafat, yang kemudian diperkuat lagi dengan keterangan Allah SWT dalam Firman-Nya:

“Dan tiada aku mengutus Engkau (wahai Muhammad) melainkan meliputi seluruh dunia sebagai pembawa kabar gembira (pemberi Syafa’at) dan pemberi peringatan. Akan tetapi sebagian besar manusia tidak mengerti”



QS: As Sabaa : 28
Dalam suatu hikayah pada hadist qudsi dengan riwayat yang sahih, Allah SWT berfirman bahwa sesungguhnya di yaumil qiyamah nanti pada saat tiba hari pembalasan tidak akan lagi berguna nilai amal ibadah hamba – hamba-Nya terkecuali nilai amal ibadah yang telah mendapat Ridlo dari-Nya, dan tidak akan ada bagian sorga bagi mereka semua terkecuali bagi hamba-Nya yang telah mendapat Rahmat serta ampunan yang sempurna dari Allah SWT, dan ketahuilah sesungguhnya Allah SWT telah meridloi kekasih-Nya Nabi Besar Muhammad SAW mesyafa’ati (menolong dan menyelamatkan) seluruh umat manusia agar terbebas dari segala bentuk azab dan siksaan api neraka, hingga nantinya seluruh para Nabi dan para Rasul beserta seluruh umat manusia keturunan Nabi Adam bernaung dibawah panji naungan Syafa’at Nabi Besar Muhammad SAW, sehingga melalui Syafa’at Rasulullah SAW sebagai junjungan seluruh umat tersebut, Allah SWT berkenan melimpahkan Rahmat serta meridloi hamba-Nya memasuki sorga-Nya seraya berkata “kalau bukan karena Syafa’at (pertolongan) kekasih-Ku ( Muhammad SAW) aku tidak akan membuka pintu sorga dan memberikan sorga ini untuk kalian”. Lalu golongan yang manakah yang akan mendapat Syafa’at dari Rasulullah SAW ?, tentunya golongan Ahlusunnah wal jamaah yang telah berpegang teguh pada ajaran dan sunah – sunah’Nya sekaligus tunduk serta patuh juga senatiasa mencintai serta mengikuti jejak – jejak’Nya, termasuk bagi mereka yang bershalawat atas Nabi Besar Muhammad SAW juga akan berhak mendapat keistemewaan Syafa’at’Nya di yaumil qiyamah, Rasululah SAW bersabda :

“Barang siapa yang membaca shalawat kepada’Ku pada waktu pagi sepuluh kali dan pada waktu sore sepuluh kali, maka ia akan mendapat Syafa’at”ku di yaumil qiyamah”
HR : Ath-Thabrani dari Abu Darda RA



MUKADIMAH SHALAWAT SYAFA’AH

Untuk mencapai iman yang sempurna juga termasuk untuk meraih kesempurnaan cinta kita kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW tidak cukup hanya dengan membaca buku atau berhenti pada pembahasan teori ilmu belaka. Namun dibutuhkan alat penghantar yang tepat untuk dapat menghantarkan setiap umat sehingga dapat meraih Iman dan cinta yang sempurna dihadapan Allah SWT sekaligus dihadapan Rasulullah SAW. Dan untuk menempuh jalan agar dapat meraih iman dan cinta yang hakiki tersebut Beliau AL Habib Muhamad Asyhari bin Masrukhan bin Rusdy Abdullah AL Khan menghadirkan susunan amalan Shalawat Syafa’ah yang diharapkan mampu menjadi generator setiap umat agar dapat meraih Rahmat serta taubatan Nasuha dengan jalan bersungguh – sungguh attaqarub (mendekat) kepada Allah SWT sehingga sesegera mungkin setiap individu orang yang mengamalkan Shalawat Syafa’ah benar – benar mendapat Hidayah (petunjuk) serta Maghfirah (ampunan) dari Allah SWT, dan susunan Shalawat Syafa’ah juga memiliki muatan khusus yakni sebagai obyek penghantar untuk meraih Rahmat yang sempurna dari Allah SWT, serta untuk meraih keselamatan di dunia maupun di akherat sekaligus untuk menyempurnakan iman secara lahiriyah maupun batiniyah, dan puncaknya dapat meraih kebahagiaan yang sejati atas Ridlo Allah SWT, dengan jalan meminta Syafa’at Rasululullah SAW sehingga Rasulullah SAW berkenan memberikan Syafa’at’Nya Minhadza ila yaumilqiyamah, dan untuk menempuh jalan tersebut kesemuanya itu telah dituangkan dalam susunan kalimah – kalimah Shalawat Syafa’ah.

Shalawat Syafa’ah adalah Shalawat Ghairu maktsurah yang susunan Shalawatnya terdiri dari rangkaian Shalawat yang dipadukan dengan Kalimah Tauhid, Surat – Surat Alqur’an, istighfar taubatan Nasuha, Asmaul Husna, Berdzikir dan Bertasbih serta Munajat dan Doa. Sekaligus Shalawat Syafa’ah telah di ijazahkan (di sampaikan) secara umum kepada seluruh lapisan masyarakat untuk dapat di amalkan berikut di syiarkan (di sebarluaskan kembali) kepada siapapun juga tanpa pandang bulu, dan kini keberadaan Shalawat Syafa’ah telah menyebar dipulau Jawa.

Mengenai hal ikhwal maksud dan tujuan pemberian nama Shalawat Syafa’ah terhadap rangkaian Shalawat tersebut merupakan salah satu perwujudan hajat khusus (tujuan utama) Beliau Mu’alif Shalawat Syafa’ah yang menaruh niat serta permohonan dan harapan , semoga Rasulullah SAW berkenan memberikan Syafa’atNya untuk segala hajat serta keselamatan lahiyah maupun batiniyah baik di dunia maupun di akherat terhadap siapapun juga yang telah mengamalkan Shalawat Syafa’ah, karena Syafa’at Rasulullah SAW adalah kunci utama untuk meraih keselamatan serta kebaikan juga sebagai pintu untuk mendapat Rahmat serta Ampunan yang sempurna dari Allah SWT.

Pada dasarnya shalawat adalah wasilah sekaligus jalan penghubung yang mempermudah setiap mu’min memperoleh Hidayah serta Fadol sekaligus Maghfiroh dari Allah SWT, sehingga Beliau Mua’lif Shalawat Syafa’ah berkeinginan menyampaikan amalan Shalawat Syafa’ah tersebut kepada seluruh lapisan umat dan langkah tersebut di ambil berdasar pada pertimbangan beberapa dalil yang telah di ungkap di awal, karena hakikinya makna serta keutamaan shalawat meliputi Rahmat (kasih sayang), Magfirah (Ampunan), Fadol (keutamaan), Doa (permohonan), berdzikir (mengingat Allah), Ibadah (pengabdian), Sunah (melaksanakan Perintah / ketetapan), Mahabah (Ungkapan cinta), Thariqot (jalan penghubung), Wasilah (Penghantar), Iman (penyaksian), Syafa’at (pertolongan) dan Shalawat memiliki nilai amal yang erat kaitannya langsung dapat berhubungan dengan Rasulullah SAW (dalam hubungan spiritual batiniyah), sehingga balasan yang di janjikan bagi setiap pembaca shalawat akan mendapat berlipat – lipat kebaikan serta keistimewaan derajat dan kedudukan dari Allah SWT, sekaligus berhak menerima syafa’at dari Rasulullah SAW untuk segala hajat baik di dunia maupun di akherat, sebagaimana yang telah Beliau janjikan melalui sabda’Nya “barang siapa dengan sungguh – sungguh membaca shalawat kapada’Ku maka wajabat Syafa’at (wajib menerima Syafa’atku)”,

Lihatlah kondisi bangsa ini, lihatlah suasana negeri ini, dari hari ke hari tersiar kabar bencana, para elit politik saling berseteru, kaum cendikiawan islam sudah tidak lagi sepaham, apalagi maksiat dan kenakalan remaja semakin meraja lela, dari rusaknya moral, di tambah lagi meningkatnya angka kriminalitas hingga merosotnya iman dan akhlaq telah menjadikan negeri tercinta ini semakin terpuruk di landa krisis multidimensi yang berkepanjangan, lalu siapa yang harus bertanggung jawab atas semua ini ?
“Barangsiapa yang berpaling dari ingat Aku (Allah), maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit dan menyesakkan, yang akan Kami bawa pada hari kiamat dengan mata yang buta”
(QS: Thaha 124)

Bukankah bencana alam yang datang silih berganti merupakan tanda peringatan yang nyata dari Allah SWT untuk penduduk bangsa ini, dan seharusnya kita semua menyadarinya sehingga segera bertaubat di hadapan Allah SWT dengan sesungguhnya taubatan nasuha, sekaligus mengharap Syafa’at dari Rasulullah SAW untuk diri kita, untuk keluarga kita dan untuk bangsa ini agar dapat selamat dari segala unsur kerusakan dan kejahiliyahan.

Dengan melihat kenyataan parahnya kondisi bangsa ini sekaligus mempertimbangkan pernyataan di atas, Beliau Mu’alif Shalawat Syafa’ah mengambil langkah untuk mengadakan penyelamatan umat melalui syiar Shalawat Syafa’ah dengan menempuh metode da’wah tembus hati (pergerakan spiritual islam) yakni dengan mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk mengamalkan Shalawat Syafa’ah, kerena pada kenyataannya Alhamdulillah setelah Shalawat Syafa’ah di amalkan, Allah SWT berkenan memberikan fadilah (keutamaan) serta hidayah (petunjuk) kepada setiap pengamalnya, yang di yakini semua itu tidak lepas dari peran Rasulullah SAW melalui Syafa’at-Nya.
.
Dan berikut ini adalah keterangan akan fadilah (keutamaan) amalan Shalawat Syafa’ah setelah melalui proses pembuktian di lapangan yang terus di cermati dan di kaji terhadap orang - orang yang telahmengamalkan shalawat Syafa’ah. Alhamdulillah wa bisyafa’ati Rasulillah rata – rata mereka yang telah mengamalkan Shalawat Syafa’ah telah mampu membuktikan keutamaan dan atsar (dampak sesudah mengamalkan) Shalawat Syafa’ah, beberapa dampak nyata yang di perlihatkan pada umat setelah mengamalkan Shalawat syafa’ah adalah dapat terpenuhinya segala kebutuhan, mulai dari kebutuhan rohani berupa ketentraman jiwa, ketenangan batin, tumbuhnya jiwa sabar dan pasrah hingga dapat merasakan kebahagiaan hidup, dan Alhamdulillah tidak jarang berangsur - angsur segala hajat yang mencakup seluruh aspek kebutuhan lahiriyah dalam hidup terkabulkan, mulai dari tercapainya keharmonisan berkeluarga, kecukupan dalam hal ekonomi, karir, bisnis, sembuh dari suatu penyakit dan tidak jarang bagi para pecandu miras dan narkoba setelah mengamalkan Shalawat Syafa’ah dengan hidayah-Nya Allah SWT dapat meninggalkan kebiasaan buruknya, sekaligus mampu bertobat di hadapan Allah SWT.

Masih banyak lagi fadilah dan manfaat serta nikmat yang Allah SWT berikan melalui amalan Shalawat Syafa’ah dan yang paling utama adalah bertambahnya frekwensi iman di hati setiap pengamalnya, sehingga dalam setiap kondisi hati lebih mudah ingat kepada Allah SWT dan Ingat kepada Rasulullah sehingga enggan untuk kembali berbuat maksiyat. Dengan melihat bukti dan kenyataan tersebut sangatlah tepat apabila Shalawat Syafa’ah segera di sampaikan kepada seluruh lapisan umat masyarakat untuk dapat di amalkan, dengan harapan setiap umat dapat memperoleh manfaat serta keutamaannya. Dan yang paling menggembirakan adalah ketika Shalawat Syafa’ah diamalkan atas Fadol serta Hidayah-Nya Allah SWT dapat menjadikan sebab tumbuhnya rasa Cinta dan Rindu kepada Rasulullah SAW bagi setiap pengamalnya dan pernyataan tersebut di ungkap berdasar pada pengakuan rata – rata pengamal Shalawat Syafa’ah setelah mengamalkan Shalawat Syafa’ah dengan sungguh – sungguh.

Namun tidak hanya berhenti disini saja, untuk mendapatkan keistemewaan manfaat serta fadilah amalan Shalawat Syafa’ah, pada sistem pengamalannya dan penyebarannya memiliki aturan (tata cara) yang sudah di tentukan oleh Beliau Mu’alif Shalawat Syafa’ah sebagai Sakhibul hajat (pemilik awal dari segala tujuan hajat), dan merupakan sebuah keharusan bagi setiap orang yang ingin mengamalkan Shalawat Syafa’ah tersebut mengikuti tata cara serta aturan yang telah di tuntunkan oleh Beliau Mu’alif Shalawat Syafa’ah (di siplin ilmu thariqoh).

Berikut ini adalah tata cara pengamalan Shalawat Syafa’ah yang secara resmi di tuntunkan langsung oleh Mua’lif Shalawat Syafa’ah Al Habib Muhammad Asyhari bin Masrukhan bin Rusdy Abdullah AL Khan :

1. Shalawat Syafa’ah di amalkan secara istiqomah (di anjurkan berjamaah) selama 41 hari berturut - turut, dengan penuh keyakinan dan yakin bahwa amalan Shalawat ini di terima oleh Allah SWT berkat Syafa’at dari Rasulullah SAW.

2. Shalawat Syafa’ah di amalkan dengan landasan niat Lillahita’ala atau semata - mata hanya untuk beribadah (mengabdi) kepada Allah SWT .

3. Pada praktek pengamalannya, setiap bait – bait Shalawat yang di baca hendaknya dapat di hayati sekaligus melatih hati untuk merasa berdosa dan bertaubat yang sungguh – sungguh di hadapan Allah SWT,

4. Tanamkanlah rasa rindu dan cinta yang mendalam kepada Rasulullah SAW, sehingga seolah – olah kita telah berhadapan langsung dengan Beliau Rasulullah SAW, yang tentunya di sertai dengan tatakrama adab yang baik dan sopan sekaligus penuh hormat.

5. Setiap pengamal di harapkan dapat menghadiri dan mengikuti acara rutin berdoa bersama (serempak di seluruh penjuru negeri), yang di adakan setiap sebulan sekali pada hari Kamis malam Jum’at Kliwon (selapanan), yang di ikuti oleh seluruh lapisan pengamal baik orang tua, remaja dan anak – anak, dan acara tersebut di laksanakan secara terpisah (di tingkat kecamatan / kabupaten / propinsi), pada daerahnya masing – masing, bagi yang belum terbentuk jamaah diharapkan dapat membentuk jamaah diwilayahnya.

6. Dalam rangka Syiar Akbar Shalawat syafa’ah, serta untuk mempererat tali silaturahmi antar pengamal, juga sebagai perwujudan doa bersama dengan memohon kebaikan dan keberkahan pada suatu wilayah atau daerah, sekaligus memohon Ampunan untuk para pendahulu kita (para ahli kubur), dalam hal ini seluruh pengamal Shalawat Syafa’ah diharapkan dapat menghadiri acara yang di adakan di tingkat propinsi pada setiap 4 bulan sekali.

7. Diharapkan pada setiap pengamal yang telah selesai mengamalkan Shalawat Syafa’ah selama 41 hari, hendaknya menyempatkan waktu untuk menyambung tali silaturahmi ataupun bertatap muka dengan Mualif Shalawat Syafa’ah Al Habib Muhammad Asyhari bin Masrukhan bin RusdI Abdullah AL Khan

8. Sebagai jalan penerapan Amar ma’ruf Nahi Munkar dan jihadu fisabilillah untuk menyeru kepada kebajikan dan mencegah yang munkar, sebagaimana yang telah menjadi kewajiban bagi setiap muslim, dalam hal ini adalah sebuah keharusan bagi setiap pengamal mengadakan syiar dan penyebaran amalan Shalawat Syafa’ah keseluruh lapisan umat tanpa pandang bulu, menurut tata cara dan aturan yang sudah di tentukan (Sesuai lembaran).

Melalui penjelasan Mukadimah Shalawat Syafa’ah di atas, di harapkan dapat di jadikan pedoman untuk mengetahui maksud dan tujuan awal keberadaan amalan Shalawat Syafa’ah yang telah di sampaikan ke umat oleh Mualifnya. Dan apabila di kaji lebih dalam lagi dengan melihat faktor serta bukti – bukti yang nyata akan manfaat serta keutamaanya sesungguhnya dengan mengamalkan Shalawat Syafa’ah dapat menjadi salah satu solusi untuk menjawab segala persoalan yang menyangkut permasalahan hidup umat, terutama bagi mereka yang menginginkan kesempurnaan iman dan keselamatan serta kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akherat.

Bershalawat kepada Rasulullah SAW, bukanlah suatu ajaran yang baru dalam islam, bahkan eksistensi (keberadaan) bershalawat telah memiliki dasar hukum dalil sahih yang dapat dipastikan tidak keluar dari Aqidah ataupun Syari’at Islam, terlepas Shalawat Maktsurah ataupun Shalawat Ghairu Maktsurah apabila di amalkan akan mendatangkan manfaat serta kebaikan bagi para pengamalnya, karena hal tersebut telah di Firmankan Allah SWT di dalam Al Quran (Al Ahzab : 56) sekaligus telah diserukan langsung oleh Rasulullah SAW (dalam beberapa Hadist riwayat Sahih), meski Shalawat Syafa’ah baru terlahir namun sesungguhnya eksistensi (keberadaan) amalan Shalawat tersebut tidak menyalahi tuntunan dan aturan Syariat Islam.

Demi dzat yang maha Suci yang Maha Rahman dan Maha Rahim, pada dasarnya Syiar Shalawat Syafa’ah adalah sebuah perwujudan menyeru kepada kebajikan dan mencegah yang munkar (Amar ma’ruf nahi munkar), yakni dengan mengajak sekaligus mendidik seluruh lapisan masyarakat untuk kembali mengenal dan mencintai Rasulullah SAW dalam bentuk usaha batiniyah, sehingga akan tercetak Shurah Rasulullah (pribadi umat yang meneladani segala perwujudan kemuliaan akhlaq Rasulullah SAW), sekaligus dalam prakteknya Syiar Shalawat syafa’ah tidak membawa faham aliran atau ajaran yang dapat bertentangan dengan Syaria’at islam, justru dalam misinya Syiar Shalawat Syafa’ah memperjuangkan nilai kesadaran di tengah - tengah umat masyarakat untuk memerangi hawa nafsunya dan segera kembali mengabdi kepada Allah SWT, sekaligus menyadari akan kesalahan dan dosa – dosanya yang telah lalu sehingga benar - benar bertaubat di hadapan Allah SWT , yang puncaknya melalui Shalawat Syafa’ah Semoga kita semua mendapat Syafa’at dari Rasulullah SAW pada setiap mata berkedip, nafas berhembus dan tanpa ada batasan waktu minhadza ila yaumilqiyamah, sehingga dapat selamat dari segala bentuk kekafiran, kemusyrikan dan kejahiliyan sekaligus dengan harapan dapat terbebas dari segala bentuk siksaan Neraka Jahanam, dan semoga dapat merasakan Lezatnya pertemuan dengan Allah SWT bersama Rasulullah SAW didalam Sorga Firdaus, Amin Amin Amin (Al Fatihah)

Simaklah dengan seksama sebuah hikayah dari hadist riwayat sahih yang termuat didalam kitab Durratun Nasihin bab ke :75 yang dinisbatkan dari Tafsir Hanafi, suatau malam Rasulullah SAW menemui Siti Aisyah RA dan bersabda :

“Janganlah Engkau tidur (wahai Aisyah) sebelum engkau mengerjakan empat perkara ini yakni :
Sehingga Engkau telah menghatamkan Al Qur’an
Sehingga Engkau menjadikan para Nabi sebagai Hamba – hamba (yang dimuliakan) sehingga dapat memberikan Syafa’at kepadamu dihari qiyamat
Sehingga Engkau jadikan seluruh kaum Muslimin rela kepadamu
Sehingga Engkau mengerjakan ibadah haji dan umrah
(yang kesemua empat perkara tersebut Engkau laksanakan sebelum tidurmu “Ya Aisyah”)

Kemudian Rasulullah SAW masuk kedalam suatu ruangan untuk mengerjakan Shalat, dan Beliau Siti Aisyah RA menanti Rasulullah SAW di atas ranjang (sembari terpaku berfikir untuk dapat melaksanakan empat perkara tersebut yang rasanya sangat mustahil untuk dikerjakan dalam satu malam sebelum tidur)

Setelah selesai mengerjakan Shalat Malam, Beliau Rasulullah SAW kembali menemui Siti Aisyah RA, dengan penuh Kekhawatiran dan kecemasan Siti Aisyah berkata kepada Rasulullah SAW : “Ya Rasulullah, Engkau telah bersabda kepadaku untuk mengerjakan empat perkara yang sangat sulit aku tempuh dalam hidup ini, dan aku tidak sanggup mengerjakannya!”

Maka Rasulullah SAW tersenyum tersimpul seraya bersabda :

“Apabila Engkau (wahai Aisyah) telah membaca Qul Huwallahu Ahadun (Surat Al Ikhlas), maka sesungguhnya Engkau seakan – akan telah menghatamkan Al Qur’an. Apabila Engkau (wahai Aisyah) telah bershalawat untuk’Ku dan untuk para Nabi sebelum’Ku, maka sungguh kami para Nabi akan memberi Syafa’at kepadamu dihari qiyamat. Apabila Engkau (wahai Aisyah) telah memintakan maghfiroh / ampunan untuk kaum muslimin, maka sungguh mereka semua telah rela kepadamu. Dan apabila Engkau (wahai Aisyah) membaca Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaaha illaallahu allahu akbar, maka sungguh engkau telah mengerjakan ibadah haji dan umrah”
Betapa bahagianya kita para pengamal Shalawat Syafa’ah, karena empat perkara yang diamanahkan Rasulullah SAW kepada Siti Aisyah tersebut sudah termaktub didadalam susunan Shalawat Syafa’ah, Subhanaallah semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan Rahmat-Nya untuk kita semua, dan semoga Rasulullah SAW berkenan mengulurkan Syafa’at’Nya untuk seluruh Keluarga Besar Pengamal Shalawat Syafa’ah minhadza ila yaumil qiyamah, Amin Al Fatihah.




TERJEMAH SHALAWAT SYAFA’AH
SUSUNAN SALAM HORMAT DAN CINTA KEPADA RASULULLAH SAW




Dengan menyebut Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

· Semoga keselamatan dari Allah SWT, senantiasa terlimpahkan untuk’Mu wahai Pemimpin yang memiliki Syafa’at

· Semoga keselamatan dari Allah SWT, senantiasa terlimpahkan untuk’Mu wahai Guru Sejati Sang Pemberi Petunjuk kesaksian yang Haq

· Semoga keselamatan dari Allah SWT, senantiasa terlimpahkan untuk’Mu wahai Pemilik Syafa’at

· Semoga keselamatan dari Allah SWT, senantiasa terlimpahkan untuk’Mu wahai Utusan yang mampu menumbuhkan cintanya para kekasih’Nya

· Semoga keselamatan dari Allah SWT, senantiasa terlimpahkan untuk’Mu wahai Pemimpinnya para Guru – Guru Mursyid

· Semoga keselamatan dari Allah SWT, senantiasa terlimpahkan untuk’Mu wahai Utusan yang mampu menumbuhkan getaran cintanya para kekasih’Nya

· Wahai Kekasihku… Penunjuk jalanku, wahai Kekasihku… Penunjuk Jalanku, wahai Kekasihku… Penunjuk jalanku, berasal dari Nur’Mulah Allah SWT menciptakan diriku.



SHALAWAT SYAFA’AH
Dengan Menyebut Nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

· Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT, dan Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan’Nya

· Ampunilah dosa – dosaku Ya Allah Duhai Dzat yang Maha Agung, karena sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

· Maha Suci Allah dan segala Puji bagi Allah dan tiada Tuhan selain Allah dan Sungguh Engkau Maha Besar, serta tiada daya dan kekuatan kecuali atas kekuasaan’Mu, Duhai Dzat yang Maha Tinggi lagi Maha Agung

· Yaa Allah, wahai dzat yang Maha Mulia, wahai dzat yang Maha Mengasihi lagi Maha Menyayangi

· Surat Al Ikhlas

Dengan Menyebut Nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang
1) Katakanlah “ Dia-lah Allah, Yang Maha Esa” , 2) Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, 3) Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakka, 4). Dan tidak ada seorangpun yang setarara dengan Dia”

· Kuhaturkan kepangkuan’Mu Fadilah surat Al Fatihah wahai Pemimpinku Nabi Muhammad SAW

· Kuhaturkan kepada’Mu Fadilah surat Al Fatihah wahai para Nabi dan para Rasul serta untuk’Mu para Malaikat yang dekat dengan Allah SWT

· Kuhaturkan Fadilah surat Al Fatihah kepadamu wahai Penyusun Shalawat Syafa’ah AL Habib Muhammad Asyhari bin Masrukhan bin Rusdi Abdullah Al Khan beserta untuk keluarganya, serta kuhaturkan untukmu wahai para kekasih-Nya Allah dari yang hidup pada masa awalnya sebuah zaman hingga akhir dari sebuah Zaman (Al Fatihah)

· Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

· Surat Al-Ahzab : 56
“Sesungguhnya Allah SWT bersama para Malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi (Muhammad SAW), wahai orang – orang yang beriman bershalawatlah dan sampaikan salam penghormatan kepada-Nya (Nabi Muhammad SAW)”

· Yaa Allah, Tuhan penguasa langit dan bumi serta Tuhan penguasa para Malaikat, yang sesungguhnya Engkau bersama langit’Mu, bersama Bumi’Mu, bersama para Malaikat’Mu bershalawat kepada Nabi-Mu (Muhammad) SAW. Dan kami memohon Semoga Rahmat dan keselamatan serta keberkahan senantiasa terlimpahkan untuk Pemimpin kami, untuk Junjungan kami, untuk Pemberi syafa’at kami, karena Beliau adalah Kekasih kami sekaligus telah engkau jadikan Beliau sebagai Kekasih-Mu Ya Allah, yang Engkau ciptakan dari Nur-Mu yang suci, dan Beliau adalah Nabi Muhammad SAW, dan semoga limpahan Rahmat dan keselamatan serta keberkahan tersebut senantiasa tercurahkan untuk seluruh keluarga’Nya juga untuk para kekasih’Nya, serta untuk seluruh bilangan makhluq yang Engkau ciptakan dan yang telah Engkau tentukan takdirnya, sekaligus telah Engkau beri kepadanya rizqi serta karomah dan kemuliaan melalui Rahmat-Mu, karena engkaulah Dzat yang sesungguhnya Maha Mengasihi, dan sungguh Engkaulah Duhai Dzat yang Maha pemberi ijabah bagi setiap permohonan dan Segala Puji bagi-Mu Ya Allah, wahai Tuhan semesta Alam.

· Wahai Pemimpin yang memiliki Syafa’at, Syafa’atilah Kami Yaa Rasulullah

· Yaa Allah, Egkaulah Tuhanku, dan tiada Tuhan selain Engkau Dzat yang Maha menciptakan segala keagungan, dan hanya Engkaulah Dzat yang Maha menjadikan segala bentuk kemuliaan, dan Engkaulah Dzat yang Maha Menguasai segala macam Rahasia serta kegaiban, Yaa Allah… limpahkanlah shalawat dengan seutama – utamanya shalawat kepada pemimpin kami (Nabi Muhammad SAW), Junjungan kami (Nabi Muhammad SAW), pemberi Syafa’at kami (Nabi Muhammad SAW), kekasih kami (Nabi Muhammad SAW), pembuka penglihatan mata hati kami (Nabi Muhammad SAW), pembuka jalan Ma’rifat kami (Nabi Muhammad SAW), Guru Mursyid sejati yang menuntun Iman Musyahadah kami (Nabi Muhammad SAW), sehingga dengan keridloan-Mu Yaa Allah, juga dengan kesempurnaan Dzat - Dzat-Mu Yaa Allah, dan dengan Wujud yang Engkau Maha mampu mewujudkannya Yaa Allah, serta dengan seluruh bilangan shalawat yang senantiasa terlimpahkan untuk Rasul-Mu Yaa Allah, Jadikanlah Hati ini menjadi hati yang sadar Arif Billah (yakni hati yang memiliki rasa sadar yang kesadaran tersebut tumbuh secara sepontan atas kekuatan-Mu sehingga kami terbebas dari segala bentuk kemusyrikan hingga senantisa dapat memancarkan kesucian cahaya illahiyah-Mu yang meliputi seluruh keadaan dan kejadian hingga kamipun merasa senatisa bernaung dalam kekuatan-Mu) Yaa Allah, dan tetapkanlah kami seluruh pengamal Shalawat Syafa’ah menjadi golongan Ahlussunah wal jama’ah dari detik ini hingga datangnya hari Qiyamat Yaa Allah, dan jadikanlah majelis ini tenggelam hingga lebur kedalam pusara kenikmatan serta kesempurnaan lautan Syafa’at utusan-Mu yang Mulia Rasulullah SAW

· Ya Allah, Duhai Dzat yang menciptakan Syafa’at, Duhai Dzat yang mewujudkan Syafa’at, Duhai Dzat yang Menyempurnakan Syafa’at, jadikanlah kesempurnaan Syafa’at Rasulullah SAW melalui Kekuasaan dan Kekuatan-Mu yang sepontan dapat berwujud dan tanpa perantara. Dan dengan Kepastian Takdir-Mu Ya Allah, serta dengan Kehendak-Mu Ya Allah, dan dengan kekuatan-Mu Ya Allah, juga dengan kebenaran akan limpahan Rahmat-Mu Ya Allah, wujudkanlah Syafa’at Rasulullah SAW tersebut pada setiap mata berkedip, pada setiap naik turunnya nafas dan tanpa ada hitungan batas waktu, dan dengan sebenar – benarnya kami memohon kepada-Mu berikanlah wujud Syafaat Rasulullah SAW tersebut untuk kami, Ya Allah

· Wahai Pemimpin Yang memiliki Syafa’at, Syafa’atilah kami Yaa Rasulullah.

· Wahai dzat yang Maha Suci yang Merajai segala Kesucian, Engkaulah Dzat yang Maha Pengasih dan Engkaulah Dzat yang Maha Penyayang, Engkaulah Dzat yang Maha Memenangkan, Engkaulah dzat yang Maha Agung, Yaa Allah… Yaa Allah… Yaa Allah…

· Yaa Rasulullah, Wahai kekasih Allah, Syafa’atilah kami, bimbing serta didiklah kami.

· AL Fatihah - (Doa)

· Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

· Ya Allah, Duhai Dzat yang Maha Tinggi, dengan segala Keutamaan Sifat yang Engkau miliki, dan melalui segala bentuk kepastian akan seluruh ketentuan-Mu, kami memohon limpahkanlah Rahmat dan keselamatan semoga tetap untuk Pemimpin kami yang Mulia Nabi Muhammad SAW, beserta untuk para keluarga’Nya. Dan kami memohon kepada-Mu selamatkanlah kami Ya Allah, selamatkanlah keluarga kami Ya Allah dan selamatkanlah seluruh pengamal Shalawat Syafa’ah Ya Allah, serta satukan dan rekatkanlah tali persaudaran diantara kami dan persatukanlah kami seluruh pengamal shalawat Syafa’ah dari saat ini hingga sampai datangnya yaumil qiyamah, di bawah naungan kekasih kami Nabi yang Agung Nabi Muhammad SAW, Ya Allah…

· Ya Allah, dengan kebenaran Syafa’at yang di miliki Rasulullah SAW, melalui keberkahan doanya seluruh wali - wali-Mu, dan melalui perantara kemuliaan seluruh malaikat – malaikat’Mu, serta melalui perantara seluruh rahasia dan keutamaan Shalawat Syafa’ah, maka Ampunilah dosa – dosa kami Ya Allah, ampunilah dosa – dosa Bangsa kami Ya Allah, dan Ampunilah dosa – dosa seluruh makhluq-Mu Ya Allah, dengan keridloan-Mu serta dengan kebenaran wujud ampunan-Mu Ya Allah…

· Ya Allah, melalui keutamaan kalimah Syahadat (aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah… 3x)
Jadikanlah nurnya Al Qur’an bersemayam di dalam Ruh kami, Ya Allah…
Ciptakanlah kebenaran Iman di dalam iman kami, Ya Allah…
Wujudkanlah pancaran Nur (Nabi) Muhammad yang suci dan Mulia agar senantiasa dapat memancar di dalam jasad kami, Ya Allah…
Jadikan Khusnul Khatimah pada peeristiwa ajal kami, Ya Allah…
Dan berikanlah Doa yang mustajabah untuk seluruh hajat – hajat kami, ya Allah…
Dan berkahilah rizqi kami dengan keberkahan rizqi yang halal dan tidak akan terputus – putus Ya Allah,
dan munculkanlah semua itu bersamaan dengan munculnya kesempurnaan nikmat – nikmat-Mu, dan bersama dengan uluran Syafa’at dari utusan-Mu Rasulullah SAW Yaa Allah... (3x)
Ya Allah… Duhai Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan semoga shalawat (Rahmat dari Allah) senantiasa tercurahkan untuk”Mu (Yaa Rasulullah) yang senantiasa mengasihi dan menyayangi (umat – umat”Nya)
Dan sampaikanlah (Ya Allah) keberkahan yang sempurna di majelis ini keseluruh penjuru alam’Mu
Dan Tiada daya serta kekuatan kecuali atas kekuasaan’Mu, Duhai Dzat yang Maha tinggi lagi Maha Agung
Ya Allah… Duhai Dzat yang Maha Mulia, Duhai Tuhan penguasa Arsy yang Maha Agung, dan Segala puji bagi’Mu Tuhan semesta alam.

· AL Fatihah


PENUTUP
Zaman sudah kacau balau, Dunia terancam bencana dan kerusakan, lihatlah keadaan di sekeliling kita, berbagai maksiat dan kemunafikan terus merajalela, dari pornografi hingga perbuatan keji menghiasi publikasi, kemusyrikan dan kejahiliyahan kembali mengguncang bumi, yang khaq di perangi sedangkan yang bathil di junjung tinggi. Tanda - tanda akhiruzaman telah di perlihatkan, jutaan manusia hidup di tepi jurang kesesatan serta kehancuran, Naudzubillah.

Semua pernyataan di atas adalah bentuk ujian sekaligus peringatan dari Allah SWT, yang seharusnya setiap muslim dapat menyadarinya dan segera mengadakan penyelamatan baik untuk dirinya dan untuk keluarganya, dengan sungguh – sungguh meminta pertolongan-Nya sekaligus mendekat dan bertaubat di hadapan Allah SWT serta berharap Syafa’at dari Nabinya yakni kepada Rasulullah SAW, atau akan menyesal selama – lamanya.

Mari kita sadari, bahwasannya setelah kehidupan di bumi ini akan ada kehidupan dimana anak, ilmu, harta dan kemewahan serta kedudukan tidak lagi berguna dan sia - sia, yakni ketika datang hari pembalasan, dimana semua para anak manusia harus bertanggung jawab atas segala perbuatannya, lalu sudah siapkah kita di adili oleh Allah SWT, dapatkah kita membayangkan keganasan dan kedahsyatan siksaan api neraka jahanam yang akan membakar dan menguliti satu persatu jasad kita, sedangkan nantinya semua air mata dan teriakan penyesalan tidak lagi berguna.

Maha suci Allah SWT, tidak ada satupun yang selamat pada hari itu terkecuali hamba – hamba yang mendapatkan Rahmat dari Allah SWT, yakni seorang hamba yang telah mendapatkan Syafa’at (pertolongan) dari Rasulullah SAW, lalu siapakah yang berhak menerima Syafa’at’Nya ? jawabannya tidak ada lain adalah hamba – hamba yang beriman dan bertaqwa sekaligus ketika di dunia senantiasa berhubungan serta mengharap Syafa’at dari Beliau Rasulullah SAW yakni dengan jalan memperbanyak bershalawat kepada’Nya sekaligus menegakkan panji – panji kebenaran islam yang telah diajarkan’Nya.

Kami berharap, melalui penjelasan di awal hingga akhir dalam penyusunan buku ini dapat di jadikan pegangan bagi seluruh lapisan umat, khususnya bagi Keluarga Besar Pengamal Shalawat Syafa’ah, bahwasannya segala perkara yang menyangkut keselamatan seorang muslim baik di dunia maupun di akherat tergantung pada amal dan perbuatannya sendiri.

Demi Allah, sesungguhnya hati yang buta adalah hati yang keras seperti batu, hati yang penuh dengan dosa akan tetapi tidak pernah mengakui dan menyadari atas dosa – dosanya. Semoga para pembaca yang budiman dapat memiliki hati yang bersih, hati yang penuh dengan rahmat yakni hati yang senantiasa sadar dan senantiasa bershalawat kepada Rasulullah SAW. Atas segala kekurangan dan kekhilafan, kami berharap di bukakan pintu maaf lahir dan batin, teriring Doa jazakumulloh khoiron katsiron wa sa’adatiddunya wal akhiroh Amin.

Wass,wr.wb

1 komentar:

  1. apa ini ceramahnya Habaib Marga Al Khan?
    Dari mana beliau?
    Mu'alif Shalawat Syafa'ah itu maksudnya apa?

    BalasHapus